Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakai Hak Pilih Orang Lain dan Palsukan Data Saat Pemilu Bisa Dipidana

Kompas.com - 14/02/2024, 05:50 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini, Rabu, 14 Februari 2024, digelar pemungutan suara Pemilu 2024 secara serentak di Indonesia.

Setiap pemilih hanya punya hak untuk memilih satu kali. Menggunakan hak pilih orang lain saat pemungutan suara bisa disanksi pidana penjara 1,5 tahun.

Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 533, ancaman sanksi yang sama juga ditujukan buat pemilih yang memberikan suaranya lebih dari satu kali.

Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain dan/atau memberikan suaranya lebih dari 1 (satu) kali di 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp 18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah),” demikian bunyi ketentuan tersebut.

Baca juga: Tahapan dan Jadwal Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu 2024

Setiap orang juga diwajibkan memberikan keterangan yang benar ketika mengisi data daftar pemilih pemilu. Pemalsuan data terancam hukuman pidana penjara satu tahun dan denda Rp 12 juta.

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian dafar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah),” bunyi Pasal 488 UU Pemilu.

UU Pemilu juga mengatur sanksi bagi siapa pun yang menghalangi hak pilih orang lain atau mengajak orang lain golput pada pemilu.

Pasal 510 UU Pemilu menyebutkan, orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilih terancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.

Lalu, pada Pasal 517 UU yang sama disebutkan, orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 60 juta.

Selanjutnya, Pasal 531 mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang memakai kekerasan atau menghalangi seseorang yang akan menggunakan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara. Ancamannya pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.

Masih menurut UU Pemilu, seorang atasan yang tidak memberikan kesempatan bagi pekerjanya untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara bisa dipidana penjara 1 tahun dan denda Rp 12 juta.

“Seorang majikan/ atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja/karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua betas juta rupiah),” bunyi Pasa 498 UU Pemilu.

Adapun pemilu kali ini bukan hanya untuk memilih presiden dan wakil presiden, tetapi juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Pemilih dapat mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS) sejak pukul 07.00 hingga 13.00 waktu setempat.

Baca juga: “Game Changer” di Masa Tenang Pemilu?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com