DUNIA perguruan tinggi kini menyedot perhatian. Para guru besar di beberapa universitas berteriak kencang menegur penyelenggara kekuasaan negeri.
Mereka seolah serentak keluar kandang dan mengaum sejadi-jadinya. Mereka menghardik kekuasaan agar tidak semena-mena. Tidak memereteli demokrasi.
Di saat bersamaan, muncul gerakan tandingan. Sejumlah profesor dan dosen yang juga mengatasanamakan perguruan tinggi yang mereka wakili, juga mengaum, hendak memojokkan kelompok guru besar yang pertama.
Kelompok tandingan ini menuding kelompok pertama, sebagai kelompok yang melakukan gerakan politik praktis.
Singkatnya, kelompok tandingan, seolah tak ikhlas mendengar dan menyaksikan auman kelompok pertama yang bersuara kencang mengingatkan laku penguasa yang miskin akhlak dan moral.
Para guru besar dan dosen yang bersuara dan bersikap sangat kritis itu, saya percaya, tidak dimotivasi oleh godaan politik praktis.
Mereka adalah makhluk yang memang selalu gelisah dengan aktivitas defisit perangai baik dan kegiatan yang tekor dalam tatanan moral.
Mereka, secara alamiah, terbangun secara otomatis karena radar dan intuisi mereka sangat sensitif dengan segala laku tidak berahlak dan bermoral.
Selama ini, mereka adem-adem saja pada pemerintahan Jokowi yang telah berlangsung selama 9 tahun. Malah, banyak di antara mereka, sangat mendukung Jokowi sebelumnya. Kini, mereka balik badan, berlaku sangat kritis terhadap Jokowi.
Para profesor dan dosen itu, ibarat kaum rezi, bersenyap di pertapaannya. Namun, begitu ada sesuatu yang terjadi dalam masyarakat, terutama tatkala rakyat didera oleh derita berkepanjangan akibat ulah penguasa, para rezi turun dari pertapaan. Mereka langsung menghardik, berikhtiar meringankan beban derita rakyat.
Setelah segalanya aman dan rakyat bebas dari lilitan nestapa, mereka kembali ke pertapaan, melakukan kontemplasi lagi.
Begitulah siklus kehidupan mereka. Tidak ada keinginan untuk mengambil alih kekuasaan, tetapi punya hasrat keras menghardik kekuasaan dan menegur penguasa.
Beginilah metafora yang pas untuk memotret fenomena para intelektual belakangan ini. Fenomena kaum rezi yang keluar dari pertapaan untuk menegur dan menghardik kekuasaan yang dinilainya sudah keluar dari pakem moral dan etika.
Maka, orang-orang yang melebelkan para intelektual itu sebagai kaum yang berpolitik praktis, pasti keliru menduga. Kaum intelektual itu tak tergoda dengan iming-iming kekuasaan. Di saat yang sama, tak gentar dengan intimidasi dan gertakan kekuasaan.