JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Politik Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto menilai, pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut presiden boleh berkampanye sedikit berbeda dengan peristiwa yang terjadi di Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016.
Andi menuturkan, pada 2016 lalu, Presiden Barack Obama berkampanye untuk rekan satu partainya di Partai Demokrat, Hillary Clinton, yang tengah bertarung melawan Donald Trump yang diusung Partai Republik.
"Dibandingkan dengan negara lain, kayak misalnya Obama yang berkampanye untuk Hillary, titik bedanya satu sih, Obama normal-normal saja, dia tetap Demokrat mendukung Hillary yang Demokrat," kata Andi di Media Center TPN, Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud: Keberpihakan Jokowi dalam Pilpres 2024 Bisa Jadi Pintu Masuk Pemakzulan
Sementara itu, menurut Andi, sikap Jokowi pada Pilpres 2024 berbeda dengan Obama.
Salah satunya, Jokowi dinilai tidak mendukung kandidat yang diusung PDI Perjuangan, partai yang membesarkannya.
"Di Indonesia yang terjadi 'Obama' mendukung 'Trump', kaget semua orang dan alasannya enggak tahu kenapa itu terjadi," kata Andi.
Eks Sekretaris Kabinet ini mengatakan, sikap Jokowi juga bermasalah karena dua anaknya tiba-tiba menjadi calon wakil presiden dan ketua umum partai politik.
"Lebih parah lagi 'Obama' kemudian mengusung dua anaknya, Malia dan Sasha, satu sebagai cawapres, satu sebagai ketua umum," kata Andi.
"Dan Malia yang hari ini usianya 25 tahun belum memenuhi syarat, diutak-atik regulasinya, terjadi pelanggaran etik, sehingga bisa dinominasikan," ujar dia.
Baca juga: TPN Sebut Pertemuan Jokowi-Mega Baru Terjadi Setelah Pilpres
Mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional ini pun mengeklaim dirinya masih punya kesamaan dengan Jokowi dalam banyak hal, misalnya soal gagasan poros maritim, membangun infrastruktur, serta kebijakan hilirisasi.
Akan tetapi, Andi mengaku berbeda dengan Jokowi dalam hal demokrasi karena menurutnya Jokowi tidak masalah dengan isu nepotisme dan politik dinasti.
"Demokrasi? Beda. Pak Jokowi membuat demokrasi kita mundur karena politik dinasti, nepotisme, pelanggaran etik, di situ kemudian banyak pihak memutuskan berbeda dengan Pak Jokowi," kata Andi.
Diberitakan sebelumnya, Jokowi menyatakan bahwa seorang presiden boleh berkampanye dan memihak kepada calon tertentu dalam kontestasi pemilu.
Jokowi mengatakan, presiden maupun para pembantunya memiliki hak politik dan demokrasi untuk berkampanye dan berpihak.
"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).