Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ana Mustamin
Profesional

Anggota Dewan Pakar BS Center

Pemilu, Survei, dan Bias Pemilih

Kompas.com - 08/01/2024, 14:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM pemilihan umum – baik Pilpres maupun Pilkada – banyak analisis yang dibuat untuk menjelaskan fenomena kemenangan seorang calon (dan kekalahan calon lainnya).

Namun, analisis itu umumnya di tingkat elite, tapi tidak di masyarakat awam. Asumsi-asumsi yang dikemukakan tentang mengapa seorang calon bisa menang (atau kalah) bisa signifikan jika pemilu berlangsung pada persaingan yang sempurna.

Pemilu di Indonesia, sepanjang yang kita ikuti, bukanlah persaingan yang sempurna.

Meminjam rumusan pelaku pasar uang, George Soros (1999), yang dimaksud persaingan sempurna adalah persaingan yang berlangsung di satu ‘pasar’ yang terpusat, produknya (baca: calon presiden jika pilpres diibaratkan pasar) relatif homogen, biaya promosi (kampanye) yang rendah.

Selain itu, komunikasi yang seketika (instan), cukup banyak pemilih yang bisa memastikan bahwa tidak seorang pun dapat memengaruhi ‘harga pasar’ dari seorang calon dengan cara yang tidak normal, dan aturan-aturan khusus untuk ‘transaksi orang dalam’ (insider transactions) – khususnya bagi calon incumbent atau yang mewakili incumbent (yang sering tidak bisa dibedakan apakah dia bertindak sebagai pemerintah yang berkuasa atau sebagai calon yang ikut berkompetisi), di samping juga pengaman-pengaman khusus untuk memberi akses kepada semua pemilih ke informasi yang relevan.

Dalam persaingan yang tidak sempurna, ekspektasi pemilih tidak selalu bersifat rasional – di mana semua keputusan didasarkan atas informasi relevan yang mereka terima.

Akan sangat banyak ditemukan pemilih yang gegabah, atau pemilih dengan pikiran terbatas. Bukan saja karena mereka tidak memiliki akses ke sumber informasi kredibel, atau informasi yang mereka terima tidak komprehensif.

Namun memang dalam persaingan, banyak informasi yang bias atau sengaja dibiaskan, sehingga membuat pemilih tersesat.

Dalam membentuk ekspektasi, setiap individu tidak selalu mampu menggunakan informasi secara efisien dan karenanya selalu terbuka kemungkinan mereka melakukan kesalahan sistematik dalam membuat keputusan.

Kesalahan itu, umumnya bersifat spekulatif. Karena tidak bisa mencapai titik referensi independen – sebagai akibat orang tidak bisa keluar dari dirinya sendiri; orang tidak bisa melihat dunia melalui prisma yang bebas dari distorsi.

Distorsi bahkan bisa kita temukan saat seseorang menerima informasi yang secara substantif sesungguhnya merupakan informasi yang cukup lengkap dan sahih.

Para psikolog komunikasi menyimpulkan: pada dasarnya semua pandangan kita tentang dunia dilakukan dengan cara cacat, yakni berdasarkan persepsi!

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Persepsi adalah proses pemahaman atau pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus yang kita terima. Pemberian makna itu tidak utuh, persepsi bukan gambaran menyeluruh.

Persepsi bisa bias, tergantung sudut pandang, pengetahuan dan pengalaman orang yang menerima stimulus/pesan yang dipersepsikan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com