Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

Pilpres 2024, Berharap Tak Ada lagi Pelabelan seperti "Cebong Kampret"

Kompas.com - 28/12/2023, 07:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI MATA penulis, eskalasi panas dan retak anak bangsa seperti Pilpres 2014 dan 2019 lalu, kali ini tak segerah sebelumnya.

Kontestan tiga kandidat (tak lagi dua seperti dua Pilpres sebelumnya) cukup berkontribusi; Pemilu tak lagi bersifat hitam putih! If you are not with us, so you are against us!

Barangkali kita semua rasakan, saking panasnya kala itu, terutama 2019, sampai muncul diksi-diksi khas. Pilihan kata mencuat dengan maksud utama ngeyek (meledek) pada lawannya masing-masing.

Untuk Cebong, alias pendukung Joko Widodo (Jokowi), kerap tajam melabeli suporter Prabowo Subianto sebagai Kampret. Sekali lagi, saking panasnya saat itu, jika warganet tak dukung Prabowo, misalnya, maka auto disebut Cebong.

Dan penulis kira, hal ini cukup membuat jengah dan muak banyak orang, terutama kepada yang mendukung secara moderat/tetap bersifat kritis ke dua paslon.

Betapa tidak memuakkan. Mereka yang sudah disematkan sebagai Cebong, maka diksi ngeyek ini akan lungsur kepadanya: IQ 200 Sekolam, Jaenudin Nachiro, Mukidi, Unicorn, Kelas Menengah Ngehe, dan seterusnya.

Mereka yang Kampret, auto akan peroleh aneka julukan ledekan berikut: Kaum Bumi Datar, Kaum sumbu pendek, Monaslimin, Politik Sontoloyo dan Genderuwo, dan banyak lagi.

Saking pentingnya fenomena ini, pengajar dan peneliti di Pusat Kajian Komunikasi UI, Clara Endah Triastuti, kala itu meneliti khusus hal ini.

Menurut dia, hal itu terjadi karena pengguna internet tidak hanya mengonsumsi konten, tapi juga menjadi menciptakan konten.

"Pergerakan politik menurut saya sekarang berubah. Mereka yang melakukan propaganda politik mulai melihat pasar juga dan mulai mengubah bentuk-bentuk propagandanya. Jadi politik itu tidak diletakkan dalam ranah formal, tapi dalam ranah yang populer," katanya saat diwawancara BBC News Indonesia, 5 April 2019.

Konfrontasi tak tebal 

Kini, penulis melihat konfrotansi tak setebal itu lagi. Ujaran ledekan, untuk tidak menyebut ujaran kebencian, tak begitu sepekat dan sekental lima tahun lalu. Memang masih ada, tapi tak "segila" dua pemilu kemarin.

Mereka yang tak bersamamu (contoh: pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar), tidak dengan sendirinya menjadi lawanmu karena belum pasti pendukung Prabowo (masih ada Ganjar Pranowo-Mahfud MD).

Kita bisa telusuri jika PKB-Nasdem yang kala itu disematkan Cebong, adalah mereka yang kini bersama PKS yang disebut sebagai salah satu motor partai dari Kampret. Maka, tak bisa lagi antarkader dan simpatisan partai itu saling ledek karena kini se-haluan.

Pendukung/simpatisan PDIP, yang selama ini identik dengan Cebong, juga tak bisa serta merta meledek pendukung PKS seperti Pilpres 2014 dan 2019.

Sebab, kita bisa rasakan, suasana batin mereka malah jadi senapas dengan perjuangan PKS soal kolusi penguasa. Masih ingat amarah Megawati Soekarnoputri soal pemimpin baru berlaku seperti Orde Baru??

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com