JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai bahwa wacana menghapus pemilihan Gubernur Jakarta secara langsung merupakan uji coba untuk menghapus skema desentralisasi.
Wacana menghapus pemilihan langsung ini tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang mengatur gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden atas usulan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), bukan dipilih langsung oleh rakyat.
"Upaya penghapusan pemilihan langsung gubernur DKI dalam draf RUU DKJ ini tak lain merupakan 'pilot project' untuk mengapuskan skema desentralisasi melalui otonomi daerah dan demokratisasi di tingkat lokal," kata Umam kepada Kompas.com, Rabu (6/12/2023).
Umam berpandangan, bila wacana ini terwujud, maka pemerintahan di Indonesia akan kembali dalam format kekuasaan yang sentralistik.
Baca juga: Tolak Draf RUU DKJ soal Gubernur Ditunjuk Presiden, Fraksi PKS: Jangan Kebiri Hak Demokrasi Warga
Menurutnya, operasi politik ini sejalan dengan sejumlah skenario yang pernah bergulir sebelumnya, seperti perpanjangan masa jabatan presiden, pemilihan presiden melalui MPR, hingga menghapus pemilihan kepala daerah secara langsung.
"Harus diingat, pemerintahan yang sentralistik akan mengembalikan negara pada dominasi kekuasaan yang akan mengokohkan akar korupsi, kolusi dan nepotisme. Ada napas pengkhianatan reformasi yang cukup kuat di balik ide ini," ujar Umam.
Umam mengatakan, wacana menghapus pemilihan langsung Gubernur Jakarta ini juga menjadi sarana cek ombak untuk mengukur resistensi publik atas wacana tersebut.
"Jika tidak ada resistensi yang memadai, tangan-tangan kekuasaan akan melanjutkan operasi politik ini dalam momentum cepat dan senyap, untuk meredam gejolak pasca keputusan itu," katanya.
Baca juga: Pengamat: Draf RUU DKJ Untungkan Oligarki
Menurut Umam, praktik tersebut sudah terlihat ketika DPR dan pemerintah melakukan revisi UU KPK serta membuat UU Cipta Kerja dan UU IKN yang tidak melibatkan masyarakat sipil.
Diberitakan sebelumnya, draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) mengatur bahwa gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta tidak akan dipilih langsung oleh rakyat, tetapi ditunjuk oleh presiden atas usul atau pendapat Dewan Perwakilan Daerah (DPRD).
"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi Pasal 10 Ayat (2) RUU DKJ yang sudah ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR pada Selasa (5/12/2023) kemarin.
Baca juga: Draf RUU DKJ Memuat Pasal Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden, Anggota DPR: Kemunduran Demokrasi
Ketua Panitia Kerja RUU DKJ Achmad Baidowi menjelaskan bahwa norma tersebut dibuat sebagai jalan tengah karena ada aspirasi agar tidak usah ada pilkada tetapi gubernur dan wakil gubernur langsung ditunjuk presiden.
Sementara, DPR juga memperhatikan ketentuan di dalam konstitusi yang menyebut kepala pemerintah daerah dipilih secara demokratis.
Pria yang karib disapa Awiek ini mengklaim bahwa ketentuan itu tidak menghilangkan proses demokrasi karena penunjukan gubernur dan wakil gubernur tetap melalui usulan DPRD.
"Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi, jadi ketika DPRD mengusulkan ya itu proses demokrasinya di situ. Sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," ujar politikus PPP itu.
Baca juga: RUU DKJ Dibahas Jelang Pemilu 2024, Dinilai Sarat akan Transaksi Politik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.