JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah disarankan mengevaluasi kembali keputusan penambahan alokasi anggaran belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) sampai 2024 supaya lebih terencana dan tidak memicu kecurigaan publik akan disalahgunakan buat kepentingan elektoral.
Peneliti Senior Imparsial sekaligus Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengatakan, persoalan yang mengemuka dalam penambahan alokasi anggaran alutsista adalah soal transparansi.
Selama ini, kata dia, proyek pengadaan barang dan jasa dalam sektor pertahanan sulit diawasi dengan alasan rahasia negara.
Hal itu membuat proses supervisi dan evaluasi kerap menemui hambatan, bahkan menyulitkan upaya penegak hukum dalam mencegah, mengungkap, dan menindak dugaan penyimpangan.
Baca juga: Anggaran Belanja Alutsista dari Pinjaman Luar Negeri Naik, Mahfud: Pasti Sudah Dihitung
"Apalagi KPK tidak bisa masuk ke dalam sektor ini. Oleh karena itu sektor pertahanan dugaan penyimpangannya tinggi karena tidak ada lembaga penegak hukum independen seperti KPK yang bisa masuk menginvestigasi," kata Al Araf saat dihubungi pada Kamis (30/11/2023).
"Kalau KPK tidak bisa masuk menginvestigasi sektor pertahanan sebaiknya kenaikan anggaran ditunda dulu saja di masa akhir pemerintahan ini," sambung Al Araf.
Al Araf juga mengatakan, persetujuan penambahan anggaran belanja alutsista secara mendadak sangat rawan penyimpangan jika tidak dibarengi keterbukaan dan pengawasan dari penegak hukum atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Dalam konteks itu, kenaikan anggaran ini tanpa dibarengi transparansi sektor pertahanan akan potensial disalahgunakn di masa akhir pemerintahan Presiden Jokowi," ucap Al Araf.
Baca juga: Menkeu Jelaskan Alasan Anggaran Belanja Alutsista dari Pinjaman Naik
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan alasan penambahan anggaran yang berasal dari pinjaman luar negeri sampai mencapai lebih dari 4 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 61,7 triliun, untuk alokasi belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Sri Mulyani mengatakan, kenaikan alokasi ini karena adanya kebutuhan sesuai kondisi dan peningkatan dinamika geopolitik dan geosekuriti.
Di sisi lain, kata Sri Mulyani, hal ini masih sesuai dengan perencanaan dan penganggaran jangka menengah dan panjang.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Sri Mulyani mengikuti rapat tertutup di Istana Kepresidenan Bogor pada Selasa (28/11/2023) sore lalu.
Dalam rapat dipimpin Presiden Joko Widodo itu dibahas soal anggaran untuk pembangunan sistem pertahanan.
Sri Mulyani dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, pada Rabu (29/11/2023) menjelaskan, pertemuan itu membahas belanja alutsista yang menggunakan pinjaman luar negeri.
Alokasi untuk sektor pertahanan keamanan ini terdiri dari dua sumber, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pinjaman luar negeri.