JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengaku telah mengantongi bukti rekaman kamera pengawas (CCTV) soal kejanggalan pendaftaran gugatan usia minimum capres-cawapres, pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Gugatan itu sempat ditarik lalu dibatalkan penarikannya. Dalam situasi itu, sebagian hakim justru mengabulkan perkara yang tak pernah diperiksa itu dan berujung polemik.
"Itu bagian dari persoalan manajemen registrasi dan persidangan," ujar Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie kepada wartawan, Rabu (1/11/2023).
"(Bukti yang dikantongi) CCTV yang berkaitan dengan penarikan permohonan dan pencabutan dan kemudian diajukan lagi. Kita periksa salahnya di mana, belum tentu salah juga," kata dia.
Jimly sebelumnya juga memastikan bakal memeriksa panitera yang berkaitan dengan kejanggalan tersebut.
Pemeriksaan panitera itu, sejauh ini, dijadwalkan pada Jumat (3/11/2023).
Kejanggalan soal penarikan dan pendaftaran ulang berkas perkara dengan pemohon Almas Tsaqibbirru itu sebelumnya diungkap hakim konstitusi Arief Hidayat dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) putusan yang sama.
Baca juga: Jimly Beberkan 9 Isu Pelanggaran Etik yang Sedang Ditangani MKMK
Dalam dissenting opinion-nya, Arief memaparkan kronologi bahwa kepaniteraan MK menerima surat penarikan gugatan yang dikirim kuasa hukum Almas pada Jumat (29/9/2023). Surat itu bertanggal 26 September 2023.
Namun, pada Sabtu (30/9/2023), MK menerima surat baru dari kuasa hukum Almas bertanggal 29 September 2023 yang isinya memuat pembatalan surat pencabutan gugatan yang mereka serahkan kepada MK satu hari sebelumnya. Almas cs meminta MK tetap memeriksa dan memutus perkara itu.
Lalu, pada Selasa (3/10/2023), MK menggelar sidang untuk mengonfirmasi pencabutan dan pembatalan pencabutan gugatan Almas.
Menurut kuasa hukum, surat pembatalan penarikan gugatan itu diterima oleh petugas keamanan MK bernama Dani pada Sabtu (30/9/2023) malam.
Baca juga: Cukup Bukti, MKMK Temukan Titik Terang Pelanggaran Etik Anwar Usman dkk
Namun berdasarkan penelusuran Arief, merujuk Tanda Terima Berkas Perkara Sementara yang dicatat oleh MK, surat pembatalan pensrikan gugatan itu baru diterima pada Senin (2/10/2023) pada pukul 12.04 WIB.
Arief berujar, pegawai MK yang menerima surat itu pun bukan Dani, sebagaimana dikatakan tim kuasa hukum. Pegawai MK yang namanya tercantum dalam Tanda Terima Berkas Perkara Sementara adalah Safrizal.
Arief mengaku heran karena kepaniteraan MK meregistrasi surat pembatalan penarikan gugatan itu pada Sabtu (30/9/2023) yang notabene merupakan hari libur, bukan pada Senin (2/10/2023) sebagaimana tercatat dalam Tanda Terima Berkas Perkara Sementara.
Baca juga: Periksa Hakim MK Keenam Hanya 20 Menit, MKMK Akui Sudah Dapat Titik Terang soal Pelanggaran Etik
Arief menilai, pemohon mempermainkan kehormatan MK sebagai lembaga peradilan dan tidak serius dalam mengajukan permohonan gugatan.
Eks Ketua MK itu juga menilai, pemohon mestinya tidak dapat mengajukan lagi gugatan yang telah mereka cabut, sebagaimana diatur Pasal 75 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf c pada Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 yang mengatur tata beracara dalam perkara pengujian undang-undang.
Di sisi lain, MK dinilai seharusnya menolak surat pembatalan penarikan perkara dan tak lagi memeriksa apalagi mengabulkan permohonannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.