SUAMI boleh mendekam di balik jeruji, tapi Adelia Putri dan Nur Utami terus menampakkan kecerahan hidupnya di media sosial. Keduanya memiliki bisnis legal yang sama, usaha kosmetik.
Paras wajahnya yang tampak terawat, cukup untuk merepresentasikan bidang usaha kecantikan yang dimiliki oleh kedua orang tersebut. Keduanya eksis di media sosial dengan ribuan pengikut.
Keseluruhan outfit yang dikenakan mereka berdua tampak selalu bermerk. Kendaraan mewah seperti Alphard, Hilux, Pajero, dan merek beken lainnya berjajar di garasi dan depan rumah mereka.
Hobi yang mereka tampakkan juga tergolong glamour seperti menembak, berkuda, dan bepergian ke luar negeri.
Kepolisian berhasil mengendus aliran harta yang sering mereka pamerkan di khalayak media sosial. Keduanya adalah istri dari para narapidana yang masing-masing menjadi pengendali peredaran narkoba di wilayah Timur dan Barat Indonesia.
Sejak akhir 2021, saat kita masih dikekang situasi pandemi, Rhenald Kasali pernah melakukan riset terkait fenomena crazy rich yang saat itu bermunculan.
Guru besar FEB UI tersebut menemukan adanya bentuk money laundering yang dilakukan oleh orang-orang yang kaya mendadak. Rhenald juga menelisik bentuk-bentuk kejahatan yang mungkin berkelindan dengan mereka. Saat itu, bisnis ilegal trading kripto sedang marak.
Temuan lainnya adalah aksi titip uang oleh pejabat publik terhadap pengusaha muda agar uang yang kemungkinan berasal dari sumber ilegal dapat diputar oleh pengusaha tersebut.
Para pencuci uang tersebut membangun citra sebagai pengusaha sukses dengan cara membuat profil palsu di media sosial. Beragam jenis usaha yang mereka pamerkan kemudian diketahui hanya tipuan belaka.
Mencuatnya kasus pencucian uang oleh dua selebgram Nur Utami dan Adelia Putri Salma menunjukkan adanya pola yang sama dengan yang selama ini dipamerkan oleh para crazy rich.
Pasangan dari bandar narkoba tersebut kerap memamerkan kekayaannya di media sosial.
Mereka sebenarnya terjebak oleh apa yang sosiolog Amerika Serikat Thorstein Veblen jelaskan. Pamer atau flexing sejatinya terjadi karena konsumsi berlebih terhadap barang yang tidak didasarkan atas fungsinya, melainkan hanya bermaksud pamer kepada pihak lain.
Alphard yang dimiliki Nur Utami dan Adelia Putri tidak cukup memuaskan keduanya. Mereka tidak berpegang pada bagaimana memanfaatkan mobilnya tersebut, tapi justru membeli deretan mobil lain yang mencolok.
Sekali lagi, maksudnya adalah untuk pamer kepada khalayak, terkhusus di media sosial.
Kasus Nur Utami dan Adelia Putri Salma adalah preseden positif bagi petugas untuk menelusuri para selebgram dadakan di media sosial sebagaimana kasus-kasus crazy rich yang mencuat beberapa waktu lalu.