Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Larangan Pelanggar HAM Maju Capres Berlaku jika Ada Putusan Inkrah

Kompas.com - 23/10/2023, 12:39 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai bahwa larangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) seorang pelanggar HAM yang secara implisit diatur di dalam Pasal 169 huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) baru bisa berlaku jika ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah).

"Penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa seandainya pun yang diinginkan para pemohon jenis tindak pidana berat yang dimaksudkan untuk dimasukkan dalam norma Pasal 169 huruf d UU 7/2017, seyogianya hal tersebut harus telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ujar hakim konstitusi Daniel Yusmic Foekh membacakan pertimbangan putusan gugatan nomor 102/PUU-XXI/2023 yang ditolak pada sidang pembacaan putusan, Senin (23/10/2023).

Baca juga: MK Tolak Gugatan Syarat Maju Capres Maksimum 2 Kali

"Hal ini penting karena apabila keinginan para pemohon dikabulkan maka justru akan berpotensi terjadinya pelanggaran terhadap asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence)," kata Daniel.

Perkara ini diajukan sejumlah warga bernama Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro, dengan menyertakan 98 advokat.

Mereka ingin agar MK mengubah Pasal 169 huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) guna melarang pelanggar HAM maju sebagai capres.

Dalam petitum gugatannya, mereka meminta supaya larangan itu berbunyi "tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM berat, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya.".


Mereka juga mengutip Pasal 7A UUD 1945 yang mengatur tentang pemberhentian presiden dan wakil presiden apabila "terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden".

Menurut Mahkamah, Pasal 169 huruf d melalui frasa "tindak pidana berat lainnya" justru telah memiliki makna yang sangat luas.

"Yaitu semua jenis tindak pidana berat, termasuk tindak pidana yang dimaksudkan oleh para pemohon agar dimasukkan dalam perluasan pemaknaan norma Pasal 169 huruf d UU 7/2017, sebagaimana petitum permohonan para pemohon," jelas Daniel.

Baca juga: MK: Larangan Capres Pelanggar HAM Sudah Diatur di UU Pemilu

Menurut hakim Daniel, mengabulkan gugatan para pemohon justru dapat melemahkan kepastian hukum yang sudah ada dan melekat pada norma yang bersangkutan.

"Terlebih, apabila dicermati lebih jauh dalil-dalil permohonan para pemohon, khususnya berkenaan dengan keinginan untuk memasukkan atau menambahkan jenis tindak pidana berat sebagaimana dalam petitum permohonannya, tanpa memberikan penegasan apakah jenis tindak pidana berat yang dimaksudkan cukup dengan adanya anggapan, asumsi, dugaan, telah ada penyelidikan, penyidikan atau bahkan telah ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap," ungkap dia.

Ketidakjelasan ini justru dianggap akan menambah kerumitan tersendiri pada waktu akan menerapkan norma hukum yang bersangkutan.

Diberitakan, MK menolak gugatan untuk melarang seorang pelanggar HAM maju sebagai calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).

Hal itu diputuskan majelis hakim dalam sidang pembacaan putusan nomor 102/PUU-XXI/2023, Senin.

"Menyatakan permohonan pemohon ditolak seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman disusul ketukan palu dalam sidang.

Majelis hakim menilai, gugatan tersebut tidak beralasan menurut hukum. Pasalnya, mahkamah menganggap tidak ada penjelasan yang rinci terkait kasus pelanggaran HAM berat yang diajukan pemohon.

Ini, ucap Hakim Daniel, menambah kerumitan tersendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com