JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak merevisi Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 yang dinyatakan tak berkekuatan hukum oleh Mahkamah Agung (MA).
Sebagai informasi, pasal tersebut mulanya membuat perhitungan 30 persen itu menghasilkan jumlah caleg perempuan yang lebih sedikit dari seharusnya, karena sistem pembulatan ke bawah.
MA mengembalikan aturan sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sistem pembulatan ke atas.
Baca juga: 10 Provinsi Ini Paling Rawan Langgar Netralitas ASN pada Pemilu 2024
KPU meyakini, partai politik yang tak memenuhi jumlah 30 persen tadi, telah berinisiatif untuk menambah caleg perempuannya agar sesuai Putusan MA Nomor 24/P/HUM/2023 itu.
"KPU sudah menerbitkan surat dinas kepada pimpinan partai politik dan KPU juga berkeyakinan partai politik memahami dengan baik dua Putusan Mahkamah Agung atas judicial review Pasal 8 ayat (2) huruf a dan Pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023," kata anggota KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Jumat (6/10/2023).
KPU beralasan soal mepetnya waktu untuk melakukan perubahan aturan, meskipun putusan itu sudah terbit sejak 29 Agustus 2023.
Sementara itu, surat dinas kepada partai politik agar "memedomani" putusan MA baru terbit pada 1 Oktober 2023.
Baca juga: ICW Kritik KPU Ulur Waktu Revisi Aturan Caleg yang Dibatalkan MA
Kesempatan terakhir partai politik memperbaiki daftar calegnya, termasuk memenuhi jumlah 30 persen caleg perempuan, sudah ditutup pada akhir masa pencermatan Daftar Calon Tetap (DCT) 3 Oktober 2023 lalu.
Idham tak bisa memastikan apakah seluruh partai politik sudah memenuhi ketentuan itu.
"Nanti diinfokan, ya. Saat ini masih dalam proses verifikasi administrasi," ucapnya.
"Tahapan pencalonan sebentar lagi akan selesai dengan ditandai adanya penetapan DCT. Berdasarkan norma tersebut, 3 November 2023, KPU harus sudah tetapkan DCT (Daftar Calon Tetap)," kata Idham.
Ia juga menyinggung pendapat 5 orang ahli hukum yang diajak berdiskusi soal tindak lanjut putusan MA, sebagai alasan pihaknya tak melakukan revisi terhadap pasal tersebut.
Baca juga: PGI Minta Gereja Tak Minta Sumbangan ke Capres-Caleg: Nanti Mereka Korupsi
"Kini sub tahapan pencalonan sudah berada di ujung dan pada umumnya para ahli yang menjadi pembicara dalam FGD mengatakan bahwa putusan MA mengandung prinsip prospektif, bukan retroaktif," ungkap Idham.
Berdasarkan pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) atas Daftar Calon Sementara (DCS) yang dirilis KPU RI, tak satu pun dari 18 partai politik peserta Pemilu 2024 yang memenuhi 30 persen caleg perempuan menurut sistem pembulatan ke atas.
Padahal, menurut Pasal 245 UU Pemilu, setiap partai politik harus memenuhi hal itu di setiap daerah pemilihan (dapil).
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) jadi partai terbanyak yang tak memenuhi 30 persen caleg perempuan, total di 31 dapil.
Baca juga: Kaesang Setuju Caleg atau Capres Tak Perlu Dimintai Sumbangan
Sementara itu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tak memenuhi 30 persen caleg perempuan di 2 dapil, menjadikannya di urutan terbawah soal ketidakpatuhan memenuhi kebijakan afirmasi caleg perempuan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.