JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agama (Kemenag) bakal bertemu dengan otoritas Arab Saudi untuk membahas pelindungan jemaah haji dan umrah, termasuk umrah backpacker atau umrah mandiri.
Adapun umrah backpacker adalah umrah secara mandiri tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Hal ini melanggar ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
"Maka, saya akan segera bertemu dengan pemerintah saudi Arabia. Dalam waktu dekat poin-poinnya mana saja, seperti apa, termasuk isu jemaah umrah backpacker yang masih banyak sampai saat ini," kata Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas usai merilis logo dan tema Hari Santri di Kemenag, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2023).
Baca juga: Laporkan Aktivitas Umrah Backpacker ke Polda Metro, Wamenag: Agar Pengelolaan Lebih Baik
Yaqut menyampaikan, pertemuan dengan Arab Saudi bertujuan untuk menyinkronisasi aturan mengenai pelindungan jemaah. Sebab, peraturan yang ada di Indonesia belum tentu sesuai dengan peraturan Arab Saudi, begitu pula sebaliknya.
Namun yang pasti, aturan tersebut bertujuan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan jemaah haji dan umrah dalam melaksanakan ibadah di Tanah Suci.
Hal itu salah satunya bisa terealisasi bila perjalanan ibadah diatur dan dijalani oleh lembaga yang berwenang dan sudah berizin.
"Semua ini warga negara yang berhak mendapatkan perlindungan. Nah, kita akan sinkronkan peraturan yang ada di kita dan yang ada di Kerajaan Saudi Arabia. Karena enggak bisa sepihak, peraturan kita belum tentu kompatibel dengan peraturan di sana," tutur Yaqut.
Baca juga: Kemenag Laporkan Aktivitas Umrah Backpacker ke Polda Metro, Sebut Itu Langgar UU
Menurut Yaqut, pemerintah Arab Saudi pun sama dengan pemerintah Indonesia, yaitu ingin agar setiap warga negara yang masuk ke wilayahnya terjamin keselamatan dan kesehatannya.
Di sisi lain, negara tidak bisa melarang warga negara untuk pergi ke luar negeri kecuali memang statusnya dicekal.
"Kalau dilarang, kita tidak boleh melarang siapapun warga negara untuk pergi ke luar negeri, kan enggak boleh kecuali kalau ada masalah. Kita mencari jalan terbaik," jelas Yaqut.
Sebelumnya diberitakan, Kemenag melaporkan aktivitas penawaran umrah backpacker atau umrah mandiri ke Polda Metro Jaya. Sebab, penawaran umrah backpacker melanggar ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2019.
Dalam Pasal 115 UU itu disebutkan, setiap orang dilarang tanpa hak sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) mengumpulkan dan atau memberangkatkan jemaah umrah.
Baca juga: Catat, Ini Aturan Pakaian Umrah untuk Perempuan
Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut diancam dengan sanksi pidana enam tahun penjara atau denda sebesar Rp 6 miliar.
Selain itu, terdapat juga larangan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU untuk menerima setoran biaya umrah. Pidananya berupa delapan tahun penjara atau denda Rp 8 miliar.
"Ada ancaman pidana berat dalam penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah yang tidak sesuai dengan regulasi negara,” kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nur Arifin, dalam keterangannya.
Nur Arifin pun meminta Polda Metro Jaya menindak tegas pelaku perjalanan umrah yang tidak sesuai ketentuan.
“Pada surat (laporan) tersebut, kami meminta kepada Polda Metro Jaya agar segera menindaklanjuti laporan kami," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.