Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Soroti Keabsahan Putusan MA yang Batalkan Kemudahan Eks Terpidana Nyaleg

Kompas.com - 02/10/2023, 12:31 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyoroti keabsahan Putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 28/P/HUM/2023.

Putusan itu memerintahkan KPU membatalkan Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 yang memudahkan eks terpidana dengan ancaman lebih dari lima tahun penjara, maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).

Di dalam putusan tersebut, majelis hakim mengakui bahwa gugatan yang dilayangkan Perludem, ICW, Saut Situmorang, dan Abraham Samad diterima Kepaniteraan MA pada 13 Juni 2023.

Sementara itu, berdasarkan Pasal 76 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu mengatur bahwa jangka waktu maksimal pengujian PKPU ke MA hanya 30 hari kerja.

"Kami tegaskan bahwa Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 ditetapkan pada 17 April 2023 dan diundangkan pada 18 April 2023," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Senin (2/10/2023).

Baca juga: Respons KPU Soal Putusan MA Terkait Syarat Eks Terpidana Korupsi Nyaleg

Dengan fakta itu, maka batas waktu maksimal pengujian PKPU itu seharusnya pada 9 Juni 2023.

Argumen ini sebelumnya sudah disampaikan pula oleh KPU RI dalam eksepsinya atas perkara nomor 28/P/HUM/2023 ini.

Namun, dalam putusan yang diunduh dari laman resmi MA, majelis hakim tidak memberikan putusan apa pun terkait eksepsi tersebut.

Sebagai informasi, kedua pasal di dalam PKPU itu mengatur bahwa masa jeda 5 tahun untuk maju sebagai caleg dikecualikan untuk eks terpidana yang telah menjalani vonis pencabutan hak politik (memilih/dipilih), berapa pun lamanya pencabutan hak politik itu.

Itu artinya, seseorang yang divonis, katakanlah, 10 tahun penjara karena kasus korupsi, bisa maju caleg tanpa menunggu masa jeda 5 tahun, seandainya ia telah menjalani pencabutan hak politik meskipun hanya, misalnya, 2 tahun.

Dalam putusan ini, MA memberi beberapa pertimbangan penting mengapa kedua pasal itu harus dicabut.

Pertama, kedua pasal tersebut dianggap memberi kemudahan bagi eks terpidana kasus korupsi. Majelis hakim menegaskan, para pemilih memiliki hak mendapatkan calon-calon berintegritas yang nantinya akan diusung oleh partai politik sebagai caleg.

Baca juga: KPU: Ada ASN dan Pejabat Belum Mengundurkan Diri Saat Daftar Jadi Caleg

Kedua, dari aspek sosiologis, majelis hakim berpandangan bahwa aturan KPU tersebut tidak mencerminkan sifat korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

Ketiga, pembatasan ditujukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh anggota legislatif terpilih yang diketahui tidak berintegritas.

Keempat, penambahan syarat berupa pidana tambahan pencabutan hak politik adalah norma baru yang tidak tertuang dalam Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g UU Pemilu.

Sementara itu, dalam perumusan kedua pasal itu, KPU beralasan bahwa pengecualian sebagaimana diterangkan di atas merupakan amanat dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XX/2022, halaman 29.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Nasional
Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Nasional
Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Nasional
JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

Nasional
PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

Nasional
Pilih Bungkam Usai Rapat dengan Komisi X DPR soal UKT, Nadiem: Mohon Maaf

Pilih Bungkam Usai Rapat dengan Komisi X DPR soal UKT, Nadiem: Mohon Maaf

Nasional
Anggota DPR Cecar Nadiem soal Pejabat Kemendikbud Sebut Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier

Anggota DPR Cecar Nadiem soal Pejabat Kemendikbud Sebut Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier

Nasional
Jokowi Disebut Berpotensi Masuk Partai Lain Usai Bobby Gabung Gerindra

Jokowi Disebut Berpotensi Masuk Partai Lain Usai Bobby Gabung Gerindra

Nasional
Jokowi Minta Pembangunan Jalan-Jembatan Darurat di Daerah Terdampak Banjir Sumbar Segera Tuntas

Jokowi Minta Pembangunan Jalan-Jembatan Darurat di Daerah Terdampak Banjir Sumbar Segera Tuntas

Nasional
Kompolnas Yakin Polisi Bakal Bekuk 3 Buronan Pembunuhan “Vina Cirebon”

Kompolnas Yakin Polisi Bakal Bekuk 3 Buronan Pembunuhan “Vina Cirebon”

Nasional
Menkes Sebut Efek Samping Vaksin AstraZeneca Terjadi di Wilayah Jarang Kena Sinar Matahari

Menkes Sebut Efek Samping Vaksin AstraZeneca Terjadi di Wilayah Jarang Kena Sinar Matahari

Nasional
PKS Terbuka Usung Anies dalam Pilkada Jakarta 2024

PKS Terbuka Usung Anies dalam Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Singgung Sejumlah PTN Terkait UKT, Kemendikbud: Justru UKT Rendah Tetap Mendominasi

Singgung Sejumlah PTN Terkait UKT, Kemendikbud: Justru UKT Rendah Tetap Mendominasi

Nasional
Dewas KPK Belum Diperiksa Bareskrim Terkait Laporan Nurul Ghufron

Dewas KPK Belum Diperiksa Bareskrim Terkait Laporan Nurul Ghufron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com