IBARAT permainan kocok arisan yang semakin menyisahkan sedikit perserta, guliran dadu-dadu yang keluar di setiap kocokan menjadi demikian menentukan akhir dari pemenang arisan.
Mirip dengan perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 jelang proses pendaftaran pasangan capres – cawapres pada 19 Oktober hingga 25 November 2023, “kocokan-kocokan dadu politik” kian nyaring terdengar.
Bahkan kabar terkiwari, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana memajukan masa pendaftaran mulai 10 hingga 16 Oktober 2023. Draft percepatan masa pendaftaran tersebut tinggal menunggu kesepakatan antara DPR-RI Komisi II, Menteri Dalam Negeri, KPU serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Dari potensi munculnya pasangan capres – cawapres, hingga hari ini hanya pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar yang disokong Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) serta Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang siap untuk memulai proses pendaftaran.
Sementara bakal capres Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, masih mencari pasangan yang paling “mengena di hati” sembari menunggu partai korban “PHP” alias pemberi harapan palsu, yakni Demokrat kemana akan melabuhkan koalisinya.
Gerindra masih menimang-nimang apakah nama Erick Thohir yang diajukan Partai Amanat Nasional (PAN), Airlangga Hartarto (Golkar), Yusril Ihza Mahendra (Partai Bulan Bintang) ataukah ada sosok lain di luar dari ke tiga nama tersebut untuk menjadi pendamping Prabowo.
Jika ingin dikerucutkan lagi, Prabowo kemungkinan mencoret nama Yusril dan Airlangga dari daftar kandidat cawapres kalau melihat elektoral keduanya begitu rendah dibanding nama Menteri BUMN Erick Thohir.
Gerindra pun juga “genit” menggunakan putri Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid untuk mencoba “mengail” suara dari pemilih Nadhatul Ulama. Kebutuhan Prabowo dan Yenny bertemu, yakni sama-sama memiliki “kekesalan” dengan Cak Imin.
Sedangkan di kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Hanura dan Perindo masih menggodok sejumlah nama yang telah masuk radar amatan sebagai cawapres idol.
Ketua DPP PDIP Puan Maharani pernah menyebut ada sejumlah nama yang menjadi calon pendamping Ganjar, yakni Menko Polhukam Mahfud MD, Ridwan Kamil, Ketua Bapilu PPP yang juga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Ketua Umum PKB Cak Imin, Mantan Panglima TNI, Andika Perkasa, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono serta Menteri BUMN Erick Thohir.
Satu nama lagi masuk radar PDIP, yakni Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka sembari menunggu selesainya proses uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait syarat minimal capres – cawapres.
Dari perkembangan politik yang demikian cepat berubah, calon-calon pendamping Ganjar juga semakin tersaring. Nama Cak Imin, Erick Thohir, AHY, Andika serta Sandiaga semakin meredup. Justru tersisa dua nama yang semakin berkibar, yakni Mahfud MD serta Ridwan Kamil.
Jika melihat pola-pola PDIP dalam pengajuan nama pasangan capres – cawapres, “Banteng” kerap melakukan manuver maut di jelang akhir pendaftaran, yakni memasangkan nama yang selama ini justru tidak dikeluarkan.
Strategi “injury time” yang kerap digunakan PDIP dan koalisinya, kerap membuyarkan prediksi pengamat, bahkan koalisi yang lain sekalipun.
Menduetkan Jokowi dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin di Pilpres 2019, tentu tidak diantisipasi oleh Prabowo – Sandiaga Uno.