Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Keganasan Kamp Boven Digoel, Tapol Diterkam Buaya sampai Dihabisi Suku Asli

Kompas.com - 24/08/2023, 17:58 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kamp khusus tahanan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda di Boven Digoel, yang saat ini masuk ke dalam wilayah Provinsi Papua Selatan, tidak hanya terkenal karena pernah dihuni oleh sejumlah tokoh perintis kemerdekaan seperti Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir.

Dari tempat itu juga terbersit cerita mengenai ganasnya situasi di sekeliling kamp pengasingan yang terpencil dan sepi.

Seperti dikutip dari buku Hantu Digoel: Politik Pengamanan Politik Zaman Kolonial, pemerintah kolonial sengaja memilih Digoel sebagai kamp pengasingan tahanan politik karena lokasinya yang terisolasi.

Menurut catatan, terdapat 2 kamp pengasingan di Digoel, yakni Tanah Merah dan Tanah Tinggi.

Saat itu buat mencapai kamp hanya bisa ditempuh melalui jalur perairan. Jarak antara mulut Sungai Digoel yang menjadi jalan masuk dengan kamp Tanah Merah sebagai pusat pemerintahan dan kamp utama mencapai 455 kilometer, atau setara dengan jarak Jakarta-Semarang melalui jalur darat.

Baca juga: Mengenal Boven Digoel Papua, Tempat Bung Hatta Diasingkan di Era Kolonial Belanda

Sedangkan buat mencapai kamp Tanah Tinggi dibutuhkan jarak tempuh sejauh 55 kilometer dari Tanah Merah, atau 3,5 hari jika dimulai dari Sungai Digoel. Perjalanan pun hanya bisa dilakukan menggunakan kapal motor.

Kamp Tanah Merah terbagi menjadi 3 kawasan, yaitu zona pemerintahan, markas tentara, dan kamp penampungan tahanan politik.

Selain itu, kamp Tanah Merah diperuntukkan bagi tahanan politik yang tergolong masih mau menerima pekerjaan dan diupah pemerintah kolonial buat menopang kehidupan mereka di tempat itu.

Sedangkan kamp Tanah Tinggi yang lebih terpencil khusus bagi mereka yang dianggap sebagai aktivis "garis keras", yang menolak bekerja buat pemerintah kolonial. Alhasil mereka hanya diberi uang tunjangan in natura dan jatah ransum selama berada di kamp itu.

Yang unik dari tempat itu adalah wilayah penampungan tahanan politik Digoel justru tidak diberi pagar pembatas ataupun menara pengawas. Para tahanan dibiarkan bebas di kamp yang dikelilingi hutan lebat dan sungai penuh buaya.

Baca juga: Mengintip Sel Tikus Bung Hatta di Boven Digoel...

Para tahanan dibiarkan menjelajahi kawasan itu dengan radius 25 kilometer. Di luar itu dikenal sebagai "garis batas kematian."

Yang diberi pagar kawat berduri justru kawasan khusus tempat bermukim aparat pemerintahan dan tentara.


Menurut salah satu mantan tahanan Digoel, Chalid Salim, selama kurun waktu 1929 sampai 1943 terdapat 16 kali percobaan melarikan diri yang dilakukan 50 tahanan dari kamp itu. Sebanyak 40 orang berupaya kabur dari Tanah Merah, sedangkan 10 orang dari Tanah Tinggi.

Keputusan membangun sebuah tempat pengasingan bagi tokoh-tokoh gerakan revolusioner dan komunis mulanya sebagai reaksi pemerintah Hindia Belanda terhadap pemberontakan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) di Banten pada 6 November 1926.

Adalah Gubernur Jenderal Andries Cornelis Dirk de Graeff dan Dewan Hindia Belanda (Raad van Nederlancsh-Indie) yang sepakat membangun kamp itu pada 18 November 1926. Tiga tahun setelahnya kamp itu mulai difungsikan.

Baca juga: Boven Digoel, Pengasingan yang Sangat Ditakuti

Halaman:


Terkini Lainnya

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com