Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sesalkan Jaksa Agung dan Mahfud, ICW: Pernyataan soal Tunda Periksa Capres-Caleg Menyesatkan

Kompas.com - 22/08/2023, 20:50 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai langkah Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang melakujan penundaan pemeriksaan kasus korupsi terhadap para peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sangat menyesatkan.

Diketahui, Jaksa Agung meminta jajarannya menunda pemeriksaan laporan kasus korupsi terhadap calon presiden (capres) dan wakilnya, calon legislatif (caleg), serta calon kepala daerah dan wakilnya sampai pelaksanaan pemilu selesai.

"Pernyataan Jaksa Agung mengenai penundaan pemeriksaan indikasi tindak pidana korupsi calon Presiden, Wakil Presiden, anggota legislatif, maupun kepala daerah jelang Pemilu tahun 2024 jelas tidak berdasar hukum dan sangat menyesatkan," ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa (22/8/2023).

Menurut Kurnia, peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak mengenal adanya penundaan penggusutan kasus karena alasan apapun, terlebih Pemilu.

Baca juga: Jaksa Agung Minta Jajaran Tak Periksa Capres dan Kepala Daerah sampai Pemilu 2024 Selesai

Mestinya Jaksa Agung selaku pimpinan tertinggi lembaga penegak hukum, seharusnya memahami bahwa setiap tingkatan proses hukum memiliki tolak ukur yang jelas.

"Misalnya, jika naik ke tingkat penyidikan, maka penyidik harus memiliki Bukti Permulaan yang Cukup atau minimal dua alat bukti," ujar dia.

Selain itu, Kurnia menyebut instruksi Jaksa Agung tersebut melanggar hak asasi manusia. Apalagi masyarakat tentunya menginginkan wakil rakyat atau kepala daerah terpilih bersih dari praktik korupsi.

Tak hanya itu, ICW juga menyesalkan pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang mendukung pernyataan Jaksa Agung itu.

Baca juga: Jaksa Agung Minta Tunda Periksa Capres dan Caleg hingga Pemilu, Mahfud: Sering Ada Kriminalisasi

Kurnia berpandangan seharusnya Mahfud meluruskan pernyataan itu, bukan malah ikut-ikutan sesat pikir mengenai hal tersebut.

"Ia (Mahfud) menyampaikan tentang potensi kriminalisasi para kandidat dalam Pemilu. Bagi ICW, argumentasi itu kering dan melompat dari permasalahan utama," ucap Kurnia.

Kurnia menjelaskan, jika masalah yang ingin dihindari adalah kriminalisasi terhadap peserta pemilu, maka solusinya adalah meningkatkan profesionalisme penegak hukum.

"Bukan malah menunda prosesnya," tambah Kurnia.

ICW pun menyarankan, Jaksa Agung maupun Menkopolhukam membaca mengenai data korupsi politik yang ada di KPK.

Kurnia menyebut, berdasarkan data yang diperolehnya, sepanjang tahun 2004-2022 ada 1.519 tersangka korupsi.

Dari total 1.519 tersangka, sekitar 521 orang di antaranya berasal dari klaster politik, baik anggota legislatif maupun kepala daerah.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com