JAKARTA, KOMPAS.com- Anggota Komisi II DPR Arsul Sani menilai tidak ada yang salah dari langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak memeriksa bakal calon presiden dan bakal calon kepala daerah jelang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Arsul mengatakan, kebijakan itu sudah dilakukan oleh Kejagung dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sejak tahun 2019 untuk mencegah politisasi hukum.
"Jadi, di 2019 itu sudah terjadi juga hal seperti disampaikan. Memang tradisinya Polri dan Jaksa Agung kemudian mengeluarkan kebijakan supaya tidak terjadi politisasi kasus," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Arsul berpandangan, pemanggilan bakal calon presiden dan bakal calon kepala daerah sebagai saksi dalam sebuah kasus dapat merusak citra seseorang.
Baca juga: Jaksa Agung Minta Jajaran Tak Periksa Capres dan Kepala Daerah sampai Pemilu 2024 Selesai
Menurut Arsul, situasi itu pernah dialami oleh politikus Partai Demokrat Benny K Harman ketika maju sebagai calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2018.
Ia mengatakan, Benny yang ketika itu memiliki elektabilitas tinggi dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus korupsi simulator SIM.
Arsul mengatakan, Benny ketika itu dipanggil dalam kapasitasnya sebagai ketua Komisi III DPR yang merupakan mitra kerja Polri.
Namun, ada sejumlah media yang memberikan bingkai negatif terhadap momen pemanggilan Benny sehingga elektabilitasnya anjlok.
"Dibikin (berita) itu untuk menjatuhkan Pak Benny Harman pada waktu itu, langsung jatuh (elektabilitas) Pak Benny," ujar Arsul.
Baca juga: Jaksa Agung Minta Tunda Periksa Capres dan Caleg hingga Pemilu, Mahfud: Sering Ada Kriminalisasi
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini pun menekankan bahwa langkah Kejagung itu bukanlah sebuah kebijakan impunitas atau menghentikan kasus.
Menurutnya, kebijakan tersebut hanya berarti bahwa para bakal capres dan bakal calon kepala daerah akan diperiksa setelah masa pemilu dan pilkada selesai.
"Saya lihat ada lah teman-teman masyarakat sipil yang mengatakan bahwa ini dilihatnya senagai sebuah proses impunitas atau ketidakadilan dalam proses penegakan hukum, enggak gitu juga lah," kata Arsul.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menerbitkan memorandum terkait optimalisasi penegakan hukum dalam pelaksanaan Pemilu serentak Tahun 2024.
Secara khusus, Burhanuddin meminta jajaran di bidang Intelijen dan Tindak Pidana Khusus untuk hati-hati dan cermat dalam memproses penanganan laporan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan calon presiden dan wakil presiden, calon anggota legislatif, serta calon kepala daerah.
"(Meminta) agar bidang Tindak Pidana Khusus dan bidang Intelijen menunda proses pemeriksaan terhadap pihak sebagaimana dimaksud (capres, caleg, hingga kepala daerah), baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan sejak ditetapkan dalam pencalonan sampai selesainya seluruh rangkaian proses dan tahapan pemilihan," kata Burhanuddin dalam keterangannya, seperti dikutip pada Senin (21/8/2023).
Baca juga: Alasan Jaksa Agung Minta Jajarannya Tunda Pemeriksaan Capres dan Caleg sampai Pemilu 2024 Usai
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.