Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Klaim Tak Punya Hambatan Buru Harun Masiku

Kompas.com - 10/08/2023, 19:05 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengeklaim, pihaknya tidak memiliki kesulitan dalam memburu mantan kader PDI-P Harun Masiku.

Adapun Harun merupakan tersangka penyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Namanya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 2021.

“Yang pasti tidak ada hambatan ataupun kesulitan ya di dalam pencarian DPO saat ini tetapi karena memang belum ketemu,” kata Ali saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (10/8/2023).

Baca juga: Lebih dari 3 Tahun Buron, Kenapa Harun Masiku Tak Kunjung Ditangkap?

Ali memastikan, KPK berupaya memburu Harun Masiku. Jika tidak, kata dia, pihaknya tidak mungkin menerjunkan tim hingga ke negara tetangga, ke luar negeri, hingga masuk ke wilayah tertentu di negara tersebut.

Dalam pencarian itu, kata Ali, pihaknya dibantu otoritas setempat menelusuri informasi terkait keberadaan Harun.

“Kami dibantu di sana untuk mencari masuk ke wilayah-wilayah dalam rangka pencarian tersangka Harun Masiku itu,” ujar Ali.

“Ternyata kemudian memang belum ditemukan keberadaannya,” tambahnya.

Juru bicara berlatar belakang jaksa itu mengatakan, tim penyidik juga menindaklanjuti informasi Kepala Divisi Hubungan INternasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Krishna Murti.

Krishna sebelumnya menemui pimpinan KPK dan mengungkapkan bahwa Harun diduga bersembunyi di dalam negeri.

“Prinsipnya kami tidak berhenti dalam mencari para DPO KPK yang berjumlah tiga orang termasuk Paulus Tannos,” tutur Ali.

Sebelumnya, Krishna Murti menyebut Harun Masiku diduga ada di dalam negeri. Menurutnya, informasi mengenai keberadaan Harun berbeda dengan berbagai rumor yang selama ini beredar.

Berdasarkan data lalu lintas perjalanan orang yang didapatkan Polri, Harun memang sempat bepergian ke luar negeri. Namun, selang satu hari kemudian ia kembali masuk ke Indonesia.

"Sehari setelah dia keluar, dia balik lagi,” ujar Krishna saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (7/8/2023).

Baca juga: Ribut-ribut Lagi soal Harun Masiku, Ingat Kembali Kasusnya

Merespons hal ini, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya akan menindak informasi mengenai keberadaan Harun di dalam negeri.

Ia juga menegaskan KPK serius memburu para DPO, baik Harun Masiku maupun dua orang lainnya, yakni Kirana Kotama dan Paulus Tannos.

"Saya kira terpenting kami sangat serius menyelesaikan setidaknya tiga perkara atau tak sangka yang kini berstatus DPO," ujar Ali.

Harun merupakan mantan kader PDI-P yang menjadi buron setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.

Ia diduga menyuap Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai anggota DPR Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal.

Hasil Pemilu memperlihatkan, Harun hanya mengantongi 5.878 suara di posisi keenam. Namun, PDI-P justru mengajukan Harun sebagai pengganti Nazarudin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies dan Sudirman Said sama-sama ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said sama-sama ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com