JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk memastikan aparat pemerintah termasuk penegak hukum tidak lagi membungkam kritik dari warga sipil.
Hal itu disampaikan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya merespons proses hukum yang banyak melibatkan aktivis dan warga yang bersuara kritis.
"Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk memastikan agar aparatur di bawah kendalinya menghentikan segala bentuk upaya pembungkaman kritik lewat kekerasan, kriminalisasi, dan menjamin kebebasan sipil warga negara," kata Dimas dalam keterangan tertulis, Kamis (10/8/2023).
Desakan itu bukan tanpa alasan, Dimas mengatakan, ada beragam rangkaian represi terhadap kebebasan berekspresi dan kritik di Indonesia.
Baca juga: Puan Ungkap Isi Pertemuan dengan Jokowi di Istana, Bahas AIPA hingga Pilpres 2024
Pertama dari kasus penyerangan Jurnalis Senior Papua Victor Mambor dengan teror bom di dekat kediamannya.
"Teror ini merupakan bentuk serangan yang serius dan menimbulkan efek ketakutan bagi kalangan aktivis khususnya di Papua," ujar Dimas.
Kasus lain adalah upaya kriminalisasi kepolisian Polres Manggarai Barat terhadap empat warga Labuan Bajo, yaitu Ladislaus Jeharun, Dionisius Parera, Viktor Frumentus, dan Dominikus Safio Sion, jelang berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean Mei 2023.
"Mereka berempat dipanggil polisi dengan dugaan tindak pidana penghasutan," katanya.
Kasus lain adalah upaya paksa dengan kekerasan terhadap warga Dusun Pematang Bedaro, Desa Teluk Rasa, Kumpeh Mulu, Muaro Jambi, Jambi.
Pada 20 Juli 2023 lalu, sebanyak 29 warga, termasuk dua anak-anak berusia enam tahun ditangkap dan dibawa ke Polda Jambi.
Baca juga: Jokowi: 34.000 Hektar Lahan di IKN Sudah Bisa Dibeli, Ini Peluang
Dimas juga mengungkapkan, penggunaan perangkat hukum untuk membungkam seringkali terjadi.
Ia mengatakan, contoh paling baru adalah kriminalisasi terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar.
Selain desakan kepada Jokowi, Kontras juga mendesak agar Polri berhenti melakukan tindakan eksesif dan represif di lapangan saat mengamankan ekspresi publik.
"Polisi sebagai aparat penegak hukum juga harus berhenti menggunakan perangkat hukum untuk melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat. Lebih jauh, setiap bentuk pelanggaran harus ditindak lewat proses yang transparan dan memenuhi standar akuntabilitas publik," kata Dimas.
Baca juga: Jokowi: Di Dunia Sekarang Ini Proyek Terbesar Ada di Indonesia, Namanya IKN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.