JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang membuat elektabilitas bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan cenderung stagnan, sehingga selalu berada di bawah Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Agung menilai, internal Koalisi Perubahan yang tidak kunjung solid menjadi salah satu alasan kenapa elektabilitas Anies tidak sebesar Ganjar dan Prabowo. Adapun Koalisi Perubahan pendukung Anies diisi oleh Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Baca juga: Caleg PSI Pro Ganjar Mundur Gara-gara Partainya Main Mata dengan Prabowo
"Secara internal, KPP belum solid dalam mengampanyekan Anies, baik dalam konteks koalisi maupun di antara partai-partai yang menjadi anggotanya. Artinya Anies sebagai capres belum memiliki agenda pra kampanye yang terintegrasi, terstruktur, dan sistematis," ujar Agung saat dimintai konfirmasi, Senin (7/8/2023).
"Misalnya, saat kemarin berkampanye di Jabar, hanya PKS dan Demokrat saja yang tampak memanfaatkannya. Sementara Nasdem tak sekalipun hadir. Atau saat Anies bersama Nasdem, hanya PKS atau Demokrat yang salah satu hadir memanfaatkan agendanya," sambungnya.
Kemudian, lanjutnya, yang tidak kalah krusial adalah berkaitan dengan cawapres yang akan Anies tunjuk.
Baca juga: Soal Golkar Tak Mendukungnya, Anies Baswedan: Golkar Kan Sudah Punya KIB
Dia menyebut perdebatan soal siapa yang akan menjadi cawapres Anies di Koalisi Perubahan masih jauh dari kata selesai.
Pasalnya, masing-masing partai bersikukuh mengusung jagoannya untuk menjadi cawapres.
"Nasdem nyaman dengan cawapres dari NU, sementara Demokrat fokus mengusung AHY. PKS? Sejauh ini lebih terlihat mengikuti alur yang dibangun Nasdem dan Demokrat," jelas Agung.
Selain itu, secara eksternal, Agung mengatakan harus diakui bahwa narasi perubahan belum membumi atau dipahami publik secara keseluruhan.
Misalnya seperti perubahan apa saja yang ingin dilakukan seandainya Koalisi Perubahan diberi kuasa untuk menjadi pemerintah.
"Ambil contoh soal pembangunan infrastruktur yang masif dilakukan saat sekarang. Bagaimana ide perubahan dikonkritkan dalam konteks ini? Soal hilirisasi, apa yang mau diubah atau diperbaiki oleh KPP? Artinya agar ide perubahan yang dibawa mengakar, cerita-cerita hari ini yang tampak perlu direspons untuk kemudian disinkronisasi dengan arahan KPP melaksanakan perubahan," paparnya.
Baca juga: PKS Ingin Anies Segera Deklarasikan Cawapres, Ingatkan Bahaya Demokrat Hengkang
Lalu, kata Agung, endorse yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut memberi dampak elektoral yang signifikan di tengah kompetisi yang ketat.
Agung mengatakan, Koalisi Perubahan perlu membangun komunikasi intensif ke Jokowi agar pencapresan Anies juga didukung.
Hanya, kata dia, kemungkinan Anies didukung Jokowi kecil. Namun, paling tidak, sudah ada ikhtiar politik yang terus dilakukan oleh pihak Anies.
Menurut Agung, di luar itu, Anies mesti berupaya ekstra untuk melakukan kampanye atraktif, kreatif, dan inovatif agar ide perubahan yang dibawa semakin jelas.