JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, rencana evaluasi penempatan perwira tinggi TNI di lembaga sipil merupakan bukti belum tuntasnya reformasi hukum dan keamanan.
Fahmi menyebutkan bahwa rencana evaluasi itu merupakan polemik yang berulang.
“Polemik berulang yang sebenarnya adalah residu masalah akibat belum tuntasnya sejumlah agenda reformasi hukum dan sektor keamanan,” kata Fahmi dalam keterangannya, Rabu (2/8/2023).
Baca juga: Panglima TNI Berharap Kesiapan Alutsista dan Doktrin Operasi Gabungan Meningkat Usai Latgab
Fahmi menyambut baik rencana evaluasi itu meski datangnya sedikit terlambat. Ia menyatakan, secara normatif dwifungsi memang sudah dihapus karena reformasi, lalu muncul Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Namun pada kenyataannya, praktik-praktik keterlibatan TNI dalam urusan-urusan sipil memang tak sepenuhnya dapat ditiadakan. Ada sejumlah urusan pemerintahan yang ternyata masih memerlukan kehadiran prajurit aktif TNI, dengan berbagai urgensi,” tutur Fahmi.
“Ini semestinya dilakukan dengan mekanisme yang ketat dan terkendali,” kata dia.
Fahmi menyebutkan, sejumlah prajurit TNI diketahui telah menduduki berbagai jabatan sipil yang belum diatur dalam UU TNI.
“Bahkan urusan atau kewenangannya tidak beririsan atau berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI, tanpa yang bersangkutan diberhentikan terlebih dahulu dari keanggotaan TNI,” tutur Fahmi.
Namun, Fahmi mengatakan, penempatan itu sebagian besar justru berasal dari permintaan menteri atau pimpinan lembaga yang kemudian disetujui oleh pimpinan TNI.
“Jadi bukan bermula dari keinginan TNI,” kata Fahmi.
Baca juga: Wapres Akan Kumpulkan Menko Polhukam dan Panglima TNI, Bahas soal Kelaparan di Papua
“Sekali lagi, kita harus mengapresiasi jika presiden sudah menyadari pentingnya evaluasi dilakukan. Tentu evaluasi nantinya harus dilakukan secara komprehensif. Inventarisir permasalahannya, mana yang sesuai ketentuan dan mana yang tidak sesuai,” ucap Fahmi lagi.
Namun, di sisi lain, Fahmi juga menyoroti pentingnya evaluasi penempatan personel Polri di lembaga atau kementerian. Ia bahkan menyebut evaluasi itu mendesak.
Sebab, tidak ada UU yang mengatur secara jelas penempatan personel Polri di kementerian/lembaga.
“Bahkan menurut saya evaluasi terhadap penempatan personel Polri ini sangat mendesak dilakukan. Polri memang sudah dianggap sebagai bagian dari perangkat sipil,” kata Fahmi.
“Namun mengingat dalam UU Polri tidak ada pengaturan yang jelas soal personel Polri yang ditempatkan di kementerian/lembaga lain, apakah hal yang tepat dan bijak jika karena itu kemudian penempatan mereka menjadi lebih mudah dan longgar?” ucap Fahmi lagi.