Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim PPHAM: "Kick Off" Penyelesaian Kasus HAM untuk Fondasi dan Magnet bagi Korban Lain

Kompas.com - 28/06/2023, 18:57 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Ketua Pemantau Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) Letjen TNI Teguh Pudjo Rumekso mengatakan, kick off pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu sebagai fondasi awal untuk langkah penyelesaian pelanggaran HAM berat selanjutnya.

Diketahui, kick off penanganan atau pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu baru saja digelar di Rumoh Geudong, Pidie, Aceh, pada Selasa (27/6/2023).

“Paling tidak dengan peristiwa di Aceh ini kami sudah mendapatkan satu gambaran dengan pola apa yang kami akan lakukan ke depan,” kata Teguh saat diwawancarai pada Rabu (28/6/2023).

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Sesmenko Polhukam) itu mengatakan, tim PPHAM akan terus mendata korban pelanggaran HAM berat lain.

 Baca juga: Tak Minta Maaf soal Kasus HAM Berat, Pemerintah Dinilai Setengah Hati

“Jadi di awal-awal ini memang untuk mendata korban cukup sulit karena mungkin sebelum-sebelumnya sudah ada pendataan, tapi sepertinya realisasinya enggak ada,” ujar Teguh.

Selain itu, evaluasi juga akan dilakukan seminggu sekali.

“Seminggu sekali kami kumpul untuk kami evaluasi programnya apa,” kata Teguh.

Sementara itu, salah satu keluarga korban pelanggaran HAM berat kasus Rumoh Geudong, Fauzi Nur (49) berharap korban lain didata.

 Baca juga: Rumoh Geudong Dirusak, Komnas HAM: Pemerintah Tak Sensitif terhadap Kasus HAM Berat

Adapun, Fauzi merupakan anak kandung dari Hamzah, korban kasus Rumah Geudong 1989-1998.

“Kami mengharapkan ada beberapa korban yang belum didata untuk dita kembali. Harapan kami semoga pemulihan hak-hak korban tercapai,” kata Fauzi di lokasi kick off, Selasa kemarin.

Pemerintah mulai menangani kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial.

Ada 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui pemerintah, antara lain Peristiwa 1965-1966; Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985; Talangsari Lampung 1989; Rumoh Geudong dan Pos Sattis 1989; Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998; dan Kerusuhan Mei 1998.

Kemudian, peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999; Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999; Simpang KKA 1999; Wasior Papua 2001-2002; Wamena 2003; dan Jambo Keupok 2003.

Baca juga: Soal Kasus HAM Berat, Jokowi: Saya Kira Normal, Negara-negara Lain Juga Punya Sejarah

Para korban dari 12 peristiwa tersebut mendapatkan pemulihan dari negara atau kompensasi seperti pengobatan gratis, pemberian Kartu Indonesia Sehat (KIS), beasiswa, dukungan dana wirausaha hingga Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi eksil.

Data sementara terdapat 99 korban yang mendapat kompensasi dari tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh. Jumlah itu akan terus bertambah dan digabung dengan jumlah korban dari peristiwa pelanggan HAM berat lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Nasional
Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Nasional
Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Nasional
Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Nasional
Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Nasional
Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com