BANDA ACEH, KOMPAS.com - Ketua Pemantau Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) Letjen TNI Teguh Pudjo Rumekso mengatakan, kick off pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu sebagai fondasi awal untuk langkah penyelesaian pelanggaran HAM berat selanjutnya.
Diketahui, kick off penanganan atau pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu baru saja digelar di Rumoh Geudong, Pidie, Aceh, pada Selasa (27/6/2023).
“Paling tidak dengan peristiwa di Aceh ini kami sudah mendapatkan satu gambaran dengan pola apa yang kami akan lakukan ke depan,” kata Teguh saat diwawancarai pada Rabu (28/6/2023).
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Sesmenko Polhukam) itu mengatakan, tim PPHAM akan terus mendata korban pelanggaran HAM berat lain.
Baca juga: Tak Minta Maaf soal Kasus HAM Berat, Pemerintah Dinilai Setengah Hati
“Jadi di awal-awal ini memang untuk mendata korban cukup sulit karena mungkin sebelum-sebelumnya sudah ada pendataan, tapi sepertinya realisasinya enggak ada,” ujar Teguh.
Selain itu, evaluasi juga akan dilakukan seminggu sekali.
“Seminggu sekali kami kumpul untuk kami evaluasi programnya apa,” kata Teguh.
Sementara itu, salah satu keluarga korban pelanggaran HAM berat kasus Rumoh Geudong, Fauzi Nur (49) berharap korban lain didata.
Baca juga: Rumoh Geudong Dirusak, Komnas HAM: Pemerintah Tak Sensitif terhadap Kasus HAM Berat
Adapun, Fauzi merupakan anak kandung dari Hamzah, korban kasus Rumah Geudong 1989-1998.
“Kami mengharapkan ada beberapa korban yang belum didata untuk dita kembali. Harapan kami semoga pemulihan hak-hak korban tercapai,” kata Fauzi di lokasi kick off, Selasa kemarin.
Pemerintah mulai menangani kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial.
Ada 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui pemerintah, antara lain Peristiwa 1965-1966; Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985; Talangsari Lampung 1989; Rumoh Geudong dan Pos Sattis 1989; Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998; dan Kerusuhan Mei 1998.
Kemudian, peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999; Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999; Simpang KKA 1999; Wasior Papua 2001-2002; Wamena 2003; dan Jambo Keupok 2003.
Baca juga: Soal Kasus HAM Berat, Jokowi: Saya Kira Normal, Negara-negara Lain Juga Punya Sejarah
Para korban dari 12 peristiwa tersebut mendapatkan pemulihan dari negara atau kompensasi seperti pengobatan gratis, pemberian Kartu Indonesia Sehat (KIS), beasiswa, dukungan dana wirausaha hingga Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi eksil.
Data sementara terdapat 99 korban yang mendapat kompensasi dari tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh. Jumlah itu akan terus bertambah dan digabung dengan jumlah korban dari peristiwa pelanggan HAM berat lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.