JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dinilai perlu melakukan operasi secara sistematis untuk memastikan dan menindak tegas pelaku politik uang Pemilu 2024.
Hal itu diungkap oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno yang mengatakan pihak Bawaslu dan Sentra Gakkumdu selama ini cenderung hanya menunggu laporan dari masyarakat.
"Artinya Bawaslu dan Sentra Gakkumdu harus jemput bola, jangan menunggu bola," ucap Adi saat dikonfirmasi Kompas.com pada Jumat (16/6/2023).
Apalagi, alur pelaporan dari masyarakat ke Bawaslu untuk melakukan pengaduan modus politik uang dinilainya cukup berbelit.
Baca juga: Tanggapi MK, Bawaslu Akan Fokus Awasi Politik Uang sejak Masa Kampanye
Banyaknya laporan yang dianggap tak cukup bukti, kata Adi, mengakibatkan masyarakat malas untuk melapor.
"Itu juga harus diantisipasi. Mau melaporkan politik uang itu sekarang ya harus lebih mudah, harus lebih fleksibel," tuturnya.
Padahal seharusnya, masyarakat dapat menjadi ujung tombak dalam meminimalisir politik uang mengingat masyarakat menjadi sasaran empuk bagi kader parpol yang ingin melancarkan modus tersebut.
"Jadi ujung tombaknya di situ (masyarakat), bukan hanya tolak uangnya dan jangan pilih calonnya, tapi juga laporkan mereka," kata dia.
Baca juga: MK Sebut Politik Uang Bisa Dikurangi dengan Penegakan Hukum hingga Pembubaran Parpol
Selain itu, menurut Adi, diperlukan sanksi yang ekstrem bagi pelaku politik uang demi mendapatkan efek jera, yakni dengan memberikan hukuman pidana.
"Sanksinya juga harus lebih ekstrem, bukan hanya pembatalan caleg tapi juga harus diseret ke meja pidana supaya caleg-caleg yang bertanding itu kapok lah," tutup dia.
Sebelumnya diberitakan, MK menolak gugatan untuk penerapan pileg sistem proporsional daftar calon tertutup.
Sehingga, pileg yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.
Baca juga: Bukan Ubah Sistem Pemilu, Menurut MK, 3 Hal Ini Bisa Cegah Praktik Politik Uang
Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Majelis hakim membantah dalil para pemohon yang menganggap bahwa pileg sistem proporsional daftar calon terbuka menyuburkan politik uang.
Menurut Mahkamah, sistem pileg bukan penyebab utama. Pileg sistem proporsional daftar calon tertutup juga sama besar peluangnya menyuburkan politik uang di kalangan elite untuk jual-beli kandidasi.