Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berantas Politik Uang, Pengamat: Bawaslu Harus Jemput Bola Terima Aduan

Kompas.com - 16/06/2023, 23:54 WIB
Miska Ithra Syahirah,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dinilai perlu melakukan operasi secara sistematis untuk memastikan dan menindak tegas pelaku politik uang Pemilu 2024.

Hal itu diungkap oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno yang mengatakan pihak Bawaslu dan Sentra Gakkumdu selama ini cenderung hanya menunggu laporan dari masyarakat.

"Artinya Bawaslu dan Sentra Gakkumdu harus jemput bola, jangan menunggu bola," ucap Adi saat dikonfirmasi Kompas.com pada Jumat (16/6/2023).

Apalagi, alur pelaporan dari masyarakat ke Bawaslu untuk melakukan pengaduan modus politik uang dinilainya cukup berbelit.

Baca juga: Tanggapi MK, Bawaslu Akan Fokus Awasi Politik Uang sejak Masa Kampanye

Banyaknya laporan yang dianggap tak cukup bukti, kata Adi, mengakibatkan masyarakat malas untuk melapor.

"Itu juga harus diantisipasi. Mau melaporkan politik uang itu sekarang ya harus lebih mudah, harus lebih fleksibel," tuturnya.

Padahal seharusnya, masyarakat dapat menjadi ujung tombak dalam meminimalisir politik uang mengingat masyarakat menjadi sasaran empuk bagi kader parpol yang ingin melancarkan modus tersebut.

"Jadi ujung tombaknya di situ (masyarakat), bukan hanya tolak uangnya dan jangan pilih calonnya, tapi juga laporkan mereka," kata dia.

Baca juga: MK Sebut Politik Uang Bisa Dikurangi dengan Penegakan Hukum hingga Pembubaran Parpol

Selain itu, menurut Adi, diperlukan sanksi yang ekstrem bagi pelaku politik uang demi mendapatkan efek jera, yakni dengan memberikan hukuman pidana.

"Sanksinya juga harus lebih ekstrem, bukan hanya pembatalan caleg tapi juga harus diseret ke meja pidana supaya caleg-caleg yang bertanding itu kapok lah," tutup dia.

Sebelumnya diberitakan, MK menolak gugatan untuk penerapan pileg sistem proporsional daftar calon tertutup.

Sehingga, pileg yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.

Baca juga: Bukan Ubah Sistem Pemilu, Menurut MK, 3 Hal Ini Bisa Cegah Praktik Politik Uang

Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Majelis hakim membantah dalil para pemohon yang menganggap bahwa pileg sistem proporsional daftar calon terbuka menyuburkan politik uang.

Menurut Mahkamah, sistem pileg bukan penyebab utama. Pileg sistem proporsional daftar calon tertutup juga sama besar peluangnya menyuburkan politik uang di kalangan elite untuk jual-beli kandidasi.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com