Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Modus Pelaku TPPO di ASEAN, Tawarkan Pekerjaan "Customer Service" Bergaji Tinggi Tanpa Kualifikasi

Kompas.com - 06/05/2023, 10:51 WIB
Fika Nurul Ulya,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI mengungkapkan modus yang kerap dipakai oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di kawasan ASEAN, menyusul video viral yang memperlihatkan terduga korban TPPO di Myawaddy, Myanmar.

Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Judha Nugraha mengatakan, modus yang kerap dipakai untuk adalah menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan gaji antara 1.000-1.200 dollar AS atau setara dengan Rp 14,6 juta-Rp 17,5 juta (kurs Rp 14.600/dollar AS).

Meski bergaji tinggi, korban tidak diberi syarat menguasai skill tertentu.

"Modus perekrutan dilakukan melalui media sosial. Kemudian mayoritas ditawari bekerja sebagai customer service dengan gaji antara 1.000-1.200 dollar AS, namun tidak meminta kualifikasi khusus," kata Judha dalam konferensi pers di Kantor Kemenlu RI, Jakarta, Jumat (5/5/2023).

Baca juga: Bareskrim: Korban TPPO Disuruh Kerja Jadi Operator Judi di LN, tapi Disiksa dan Gaji Dipotong

Setelah itu, kata Judha, para korban berangkat ke luar negeri tidak menggunakan visa yang semestinya. Bukan visa bekerja, biasanya para korban menggunakan visa wisata atau visa kunjungan.

"Ini adalah modus yang dilakukan, baik yang mereka membiayai sendiri proses keberangkatan atau ada yang sudah disiapkan tiket," ungkap Judha.

Saat ini, masih banyak warga yang mudah terjebak dengan modus tersebut. Hal ini tecermin dari naiknya kasus perdagangan orang yang dilaporkan dalam tiga tahun terakhir.

Baca juga: Kemenlu Sebut 20 WNI Korban TPPO di Myanmar Diduga Masuk lewat Jalur Ilegal

Dalam tiga tahun terakhir, Indonesia telah menangani dan menyelesaikan sebanyak 1.841 kasus TPPO melalui online scam.

Di Kamboja, kenaikan kasus TPPO mencapai delapan kali lipat. Judha menyampaikan, pada 2021, ia menangani 116 kasus, kemudian meningkat menjadi sekitar 800 kasus pada 2022.

"Nah, ini menjadi wake up call bagi kita semua, fokus kita bukan hanya mengenai langkah penanganan kasus WNI, tapi juga perlu meningkatkan langkah-langkah pencegahan," tutur Judha.

Sementara itu, terkait kasus 20 WNI korban TPPO di Myanmar yang baru-baru ini jadi sorotan, mereka terjerat modus tawaran kerja di Thailand. Namun, mereka digiring masuk ke Myanmar.

Melalui keterangan otoritas Myanmar usai Indonesia mengirimkan nota diplomatik, puluhan WNI tersebut masuk melalui jalur ilegal karena tidak tercatat dalam data keimigrasian Myanmar.

Baca juga: Menlu Ungkap Sulitnya Tantangan yang Dihadapi Pemerintah Bebaskan WNI Korban TPPO di Myanmar

Saat ini, mereka ada di Myawaddy, yang merupakan daerah konflik, sehingga otoritas setempat tidak punya akses penuh pada area tersebut. Hal ini lantas membuat penanganan dan perlindungan WNI untuk direpatriasi menjadi lebih sulit.

"Ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa hati-hati dengan modus tawaran tersebut, utamanya ketika ditawari bekerja di wilayah Kamboja, Thailand, Myanmar, Laos, dan Filipina," jelas Judha.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menyampaikan, kasus perdagangan orang sudah menjadi masalah regional di kawasan ASEAN, karena korbannya bukan hanya berasal dari satu negara.

WNI korban perdagangan orang, kata Retno, tercatat berada di Myanmar, Kamboja, Thailand, Vietnam, Laos, dan Filipina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com