Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ermaya
Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI

Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI.

Geopolitik Indonesia dan Salah Kaprah Doktrin Perang Dunia

Kompas.com - 19/04/2023, 15:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POSISI Indonesia sangat strategis, maka dengan geopolitik dapat memahami posisi Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera agar berdampak banyak pada keberlangsungan Indonesia dan dunia.

Bersama ini memahami geopolitik secara komprehensif jadi lebih holistik memanfaatkan posisi startegis Indonesia di kancah internasional.

Berkaitan dengan hal itu, ada hal menarik dan selalu relevan, ketika Bung Karno mengamanatkan bahwa sebuah bangsa tidak dapat dibangun, dan sebuah negara yang kuat tidak dapat tercipta, apabila pengetahuan geopolitiknya minim.

Amanat ini disampaikan Presiden Ir. Soekarno sewaktu memberi arahan dan kuliah pertama di depan para peserta KRA I Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Istana Negara, Jakarta, pada 20 Mei 1965.

Maka pandangan ini menjadi visioner bagaimana seharusnya Indonesia berperan di kancah internasional dalam menyusun tatanan dunia.

Dalam geopolitik Indonesia, untuk aktif berperan tersebut titik tumpunya mengedepankan ko-eksistensi ketimbang tatanan dunia yang saling mengeksploitasi.

Oleh karena itu, Bung Karno sangat tegas terhadap hal tersebut. Menggunakan istilah bahasa jagoan Betawi, Bung Karno menegaskan “Luh ada, Gue ada” dalam tatanan dunia yang saling mengakui, damai, humanisme, ekonomi kolektif, berkebudayaan, dan mencintai alam.

Dengan konsep geopolitik ini, Bung Karno tampil sebagai tokoh dunia yang menciptakan peradaban baru.

Selama kurun 1956 sampai 1965, Bung Karno aktif melakukan diplomasi tingkat dunia dan berkeliling dunia untuk mengembangkan gagasannya.

Gagasan Bung Karno, antara lain adalah dunia tanpa eksploitasi antara negara kuat mengisap negara lemah, pasifis, dunia yang humanis dan berkebudayaan.

Sejak itu Indonesia menawarkan tatanan dunia baru, maka geopolitik ini menjadi alat tawar untuk menggantikan tatanan dunia yang didasarkan pada pembelahan dunia pascakalahnya Jerman Nazi oleh kubu Amerika Serikat-Inggris-Soviet Uni tahun 1945.

Dunia kini

Gagasan demikian masih relevan dengan kondisi dunia kini. Di mana tatanan dunia masa kini semakin membuat cemas hubungan antarnegara yang masih bermotif menguasai.

Negara-negara besar jadi berlomba menanamkan pengaruh dengan kesiapan perang yang mengerikan.

Membaca kondisi ini Indonesia harus menghitung geopolitik secara komprehensif, agar peranan yang ia mainkan di antara onak dan duri tidak mudah terjerembab.

Dengan demikian, Indonesia mempunyai kemampuan untuk menawarkan tatanan dunia baru, karena tatanan selama ini hanya memperlihatkan tanda-tanda perang nuklir yang bisa mengancam kemusnahan telah di depan mata.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com