Salin Artikel

Geopolitik Indonesia dan Salah Kaprah Doktrin Perang Dunia

Bersama ini memahami geopolitik secara komprehensif jadi lebih holistik memanfaatkan posisi startegis Indonesia di kancah internasional.

Berkaitan dengan hal itu, ada hal menarik dan selalu relevan, ketika Bung Karno mengamanatkan bahwa sebuah bangsa tidak dapat dibangun, dan sebuah negara yang kuat tidak dapat tercipta, apabila pengetahuan geopolitiknya minim.

Amanat ini disampaikan Presiden Ir. Soekarno sewaktu memberi arahan dan kuliah pertama di depan para peserta KRA I Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Istana Negara, Jakarta, pada 20 Mei 1965.

Maka pandangan ini menjadi visioner bagaimana seharusnya Indonesia berperan di kancah internasional dalam menyusun tatanan dunia.

Dalam geopolitik Indonesia, untuk aktif berperan tersebut titik tumpunya mengedepankan ko-eksistensi ketimbang tatanan dunia yang saling mengeksploitasi.

Oleh karena itu, Bung Karno sangat tegas terhadap hal tersebut. Menggunakan istilah bahasa jagoan Betawi, Bung Karno menegaskan “Luh ada, Gue ada” dalam tatanan dunia yang saling mengakui, damai, humanisme, ekonomi kolektif, berkebudayaan, dan mencintai alam.

Dengan konsep geopolitik ini, Bung Karno tampil sebagai tokoh dunia yang menciptakan peradaban baru.

Selama kurun 1956 sampai 1965, Bung Karno aktif melakukan diplomasi tingkat dunia dan berkeliling dunia untuk mengembangkan gagasannya.

Gagasan Bung Karno, antara lain adalah dunia tanpa eksploitasi antara negara kuat mengisap negara lemah, pasifis, dunia yang humanis dan berkebudayaan.

Sejak itu Indonesia menawarkan tatanan dunia baru, maka geopolitik ini menjadi alat tawar untuk menggantikan tatanan dunia yang didasarkan pada pembelahan dunia pascakalahnya Jerman Nazi oleh kubu Amerika Serikat-Inggris-Soviet Uni tahun 1945.

Dunia kini

Gagasan demikian masih relevan dengan kondisi dunia kini. Di mana tatanan dunia masa kini semakin membuat cemas hubungan antarnegara yang masih bermotif menguasai.

Negara-negara besar jadi berlomba menanamkan pengaruh dengan kesiapan perang yang mengerikan.

Membaca kondisi ini Indonesia harus menghitung geopolitik secara komprehensif, agar peranan yang ia mainkan di antara onak dan duri tidak mudah terjerembab.

Dengan demikian, Indonesia mempunyai kemampuan untuk menawarkan tatanan dunia baru, karena tatanan selama ini hanya memperlihatkan tanda-tanda perang nuklir yang bisa mengancam kemusnahan telah di depan mata.

Hubungan bangsa-bangsa besar seperti AS, Inggris, Perancis, Rusia, China, dan India, masih begitu kuat didasari diplomasi dominasi –sehingga mudah menimbulkan ketegangan.

Tambahan lagi perang Ukrania tidak juga menyusut, membuat ketegangan Rusia dan AS (bersama sekutunya) semakin naik pada titik didih. Saling pasang ancang-ancang siap menerkam.

Rusia berencana menggelar senjata nuklir di Belarus. AS menyebar penggelaran senjata nuklir taktis di sekutu, seperti Belgia dan Jerman.

Bersama ini palagan Rusia dan Ukraina semakin bergolak, di mana Inggris memutuskan memasok Ukranina dengan peluru penembus kendaraan lapis baja yang mengandung uranium dengan kandungan material membelah atau fisilnya rendah (depleted).

Semakin mencemaskan lagi, AS dan Rusia kepepet waktu untuk saling sepakat pada traktat pengurangan senjata strategis.

Sebagaimana telah terjadi, Rusia pada Februari lalu menunda kesertaannya dalam perundingan New START.

Sedangkan AS sejak tahun 2019, meninggalkan Traktat Penghapusan Senjata Nuklir Jarak Menengan (INF), dan tahun 2002 juga mengakhiri kesertaannya terhadap Traktat Antirudal Balistik (ABM).

Salah kaprah doktrin perang

Perang adalah kehancuran. Pada mulanya demi menjaga harkat dan martabat. Ini agaknya yang sering dilupakan banyak orang, ketika harkat dan martabat selaku bangsa –manusia—harus dijunjung tinggi demi menghormati persamaan derajat –bersamaan pula perang sedang dipersiapkan.

Persiapan akan hal ini, dalam bentuknya yang paling halus, antara lain dalam doktrin: Si vis pacem, para bellum (“Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang“).

Ide pokok doktrin ini sudah ditemukan pada Undang-undang VIII Plato 347 SM dan Epaminondas 5 Cornelius Nepos.

Kemudian muncul dari perkataan Flavius Vegetius Renatus sekitar tahun 400 M di dalam kata pengantar De re militari: “Qui desiderat pacem, bellum praeparat“ (“Siapa menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk perang“).

Doktrin tersebut yang sekaligus menandakan pula bahwa perdamaian bisa memberi Anda ketentraman, tetapi perang mampu memberi Anda martabat.

Agamawan yang juga pelopor aktivis Hak Asasi Manusia, Martin Luther King (1929-1968) begitu tandas memperjelasnya: “Bangsa-bangsa sudah sering kali memenangkan kemerdekaan mereka melalui perang. Tetapi itu hanyalah kemenangan yang sementara, kekerasan tidak pernah memberikan perdamaian abadi.”

Kekerasan atau perang, menjadi tragedi karena di mana suatu keadaan orang-orang saling berhadap-hadapan --padahal mereka tidak saling membenci dan tidak saling mengenal, namun justru saling mengokang bedil untuk bunuh membunuh. Ini semua demi menjalankan keputusan para pengambil kebijakan.

Dan secara luas, perang bisa juga terjadi secara non fisik, dalam era demokrasi perang semacam ini ada pada persaingan kancah pemilihan umum (pemilu).

Pengaruh geopolitik untuk memengaruhi suatu negara dalam penyelanggaraan pemilu juga bisa ditempuh oleh kepentingan negara asing. Dan secara tidak kasat mata, terjadi perang.

Indonesia yang sedang menuju pemilu serentak 2024, tentulah harus menyadari hal ini. Potensi campuran tangan asing tanpa kasat mata, penting untuk diantisipasi sejak dini.

Tambahan lagi jelang Pemilu 2024, terdapat sejumlah kepala daerah yang habis masa jabatannya sebelum pelaksanaan Pemilu.

Dalam Tahun 2022 dan 2023 terdapat 171 kepala daerah, yang terdiri dari 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota, yang akan berakhir masa jabatannya.

Maka ini harus mendapat perhatian serius dari semua komponen bangsa agar kepentingan asing –yang bisa menimbulkan perang secara kasat mata—dapat dicegah.

Memperkuat Kebangsaan

Atmosfer etika politik dunia semakin salah kaprah doktri perang itu, mengindikasikan pula bahwa abad ke 21 ini menjadi momentum pergeseran pengaruh kekuatan bipolar negara besar.

Sistem ini sejak abad ke-19 terlalu mendikte dan mengeksploitasi, sehingga negara besar menjadi kuasa dunia demi melakukan kepentingannya dengan pelbagai cara (proxy war) untuk menyebarkan ideologi dan pengaruhnya.

Untuk itu pengaruh tersebut harus digeser, maka dunia unipolar dengan hegemoni Barat ini sudah mengalami pengikisan dari berbagai sisi.

Krisis dan ketidakadilan sosial di dunia menjadi gugatan rutin oleh banyak negara dan gerakan sosial internasional.

Bersamaan pula kebangkitan China, Rusia, India, dan perubahan politik di Amerika Latin selama paruh pertama Abad-21 memberi tanda tentang datangnya perubahan tata dunia.

Pergeseran geopolitik ini dapat dilihat juga pada perubahan dalam imbangan kekuatan ekonomi dan militer—yang terutama dipelopori oleh China dan Rusia.

Selain itu, juga mulai menguat kritik terhadap standar ganda Barat terhadap berbagai isu yang digunakan berdasarkan kepentingan mereka sendiri.

Jauh sebelum itu para pendiri republik ini mengantisipasinya. Maka tidak mengherankan apabila para pendiri Republik Indonesia ini sejak dini telah meletakan dasar-dasar geopolitik Indonesia, yaitu antara lain melalui Soempah Pemoeda, di mana amanatnya adalah Satoe noesa, yang berarti keutuhan ruang Nusantara.

Satoe Bangsa yang merupakan landasan kebangsaan Indonesia. Satoe Bahasa yang merupakan pemersatu ruang Nusantara bersama isinya.

Kebangsaan Indonesia terdiri dari tiga unsur geopolitik, yaitu: rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan semangat kebangsaan.

Ketiganya menyatu secara utuh menjadi jiwa bangsa Indonesia dan sekaligus pendorong tercapainya cita-cita proklamasi.

Rasa kebangsaan adalah sublimasi dari Soempah Pemoeda dan menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati, dan disegani di antara bangsa-bangsa di dunia.

Dalam kaitan dengan status bangsa yang demikian itulah Presiden Ir. Soekarno secara konsisten menggembleng kepemimpinan rasa kebangsaan kita agar seluruh bangsa ini terbebas dari rasa rendah diri. Hasilnya seluruh bangsa Indonesia menjadi warga bangsa walaupun secara ekonomi sangat lemah.

Rasa kebangsaan merupakan perekat persatuan dan kesatuan, baik dalam makna spirit maupun geografi, sehingga secara operasional dapat membantu meniadakan kemungkinan munculnya frontier.

Semangat kebangsaan bukanlah monopoli dan warga bangsa yang pribumi saja, akan tetapi harus dapat dimiliki oleh seluruh warga bangsa.

https://nasional.kompas.com/read/2023/04/19/15134931/geopolitik-indonesia-dan-salah-kaprah-doktrin-perang-dunia

Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke