JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Gubernur non aktif Papua Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, menyebutkan, proses administrasi penahanan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melewati alur yang salah.
Ia mengatakan, untuk proses penahanan, seharusnya Direktur Penuntutan KPK mengajukan permohonan ke pengadilan, bukan ke Direktur Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
"Jadi ini memang administrasinya udah salah. Maka tujuan suatu praperadilan kan menguji administrasi," ujar Petrus saat dikonfirmasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/4/2023).
Jika alur pengajuan penahanan sejak awal sudah salah, kata Petrus, seharusnya proses penahanan selanjutnya tidak bisa dilanjutkan karena dasar perintahnya keliru.
"Perintah pengadilan aja salah kok, bagaimana dia melaksanakan perintah pengadilan?" ucapnya menegaskan.
Baca juga: Di Sidang Praperadilan, Lukas Enembe Minta Penahanannya Dipindah ke Rumah
Kelirunya proses administrasi tersebut lantas membuat pihaknya membuat permohonan untuk mengeluarkan Lukas Enembe dari tahanan.
Apalagi, katanya, kliennya itu saat ini mengaku sedang mengidap berbagai penyakit.
"Oleh karena itu, dalam permohonan kami, kami meminta supaya Bapak Lukas itu dibebaskan, dikeluarkan, dialihkan penahanan, apalagi dia orang sakit," katanya.
Diberitakan sebelumnya, PN Jakarta Selatan menggelar sidang gugatan praperadilan Gubernur non aktif Papua Lukas Enembe pada hari ini, Senin (17/4/2023) usai ditunda satu minggu.
Petrus menyebut Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022 tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka oleh KPK terkait tindak pidana korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.
Baca juga: KPK Sita Hotel dan Tanah 1.525 Meter Persegi dalam Kasus Korupsi Lukas Enembe
"Oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat," ungkapnya.
Petrus menyebut, segala keputusan dan penetapan yang dikeluarkan oleh KPK terkait penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan, dan penyidikan terhadap Lukas adalah tidak sah.
Lebih lanjut, Petrus juga meminta KPK mengeluarkan surat perintah penahanan dengan menempatkan Lukas di rumah sakit atau penahanan kota.
"Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan surat perintah penahanan dengan menempatkan pemohon pada rumah atau rumah sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya," ujar Petrus.
Baca juga: Periksa Sekda Papua, KPK Dalami Aset Lukas Enembe yang Gunakan Identitas Lain
Ia juga memohon kepada hakim ketua untuk mengeluarkan Lukas Enembe dari tahanan, memulihkan haknya dalam martabatnya, serta menetapkan biaya perkara yang timbul dibebankan kepada negara.
Seperti diketahui, Lukas telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu.
Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.