Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabar Viral Pengobatan Tradisional Ida Dayak, Kemenkes Bakal Lakukan Pembinaan

Kompas.com - 06/04/2023, 09:17 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) buka suara terkait adanya pengobatan tradisional yang dilakukan seseorang berpakaian adat, Ida Dayak.

Kabar mengenai pengobatan ini menjadi viral sehingga banyak warga yang berduyun-duyun mengantre untuk diobati oleh Ida Dayak.

Menanggapi hal itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan akan melakukan pembinaan terhadap tenaga penyehat tradisional (hatra).

"Kita akan lakukan pembinaan. Mereka kan punya pilihan mau tradisional atau modern. Jadi yang penting kita jaga jangan sampai ada yang dirugikan," kata Nadia kepada wartawan, Rabu (5/4/2023).

Baca juga: Kemenkes Buka Suara soal Pengobatan Tradisional Ida Dayak

Nadia menyampaikan, hatra harus diatur sesuai dengan regulasi yang ada. Adapun regulasi yang menjadi rujukan adalah PP Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Permenkes Nomor 15 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer.

Lalu, Permenkes Nomor 61 Tahun 2016 Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris, Permenkes Nomor 37 Tahun 2017 tentang pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi (SDM dan integrasi layanan kesehatan konvensional dan kestrad), dan UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Hatra, kata Nadia, perlu memiliki Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT). Dia tak ingin, tanpa adanya surat tersebut, banyak warga yang justru dirugikan.

"Jadi (tenaga penyehat tradisional) berdasarkan pengalaman, adalah penilaian dari namanya hatra, dan dia punya perkumpulan. Mereka harus punya STPT, di Permenkes diatur," ucap Nadia.

Baca juga: Soal Pengobatan Ida Dayak, Panglima: Itu Bagian dari Bakti Sosial TNI

Lebih lanjut Nadia tak memungkiri bahwa Indonesia memiliki warisan budaya, termasuk pengobatan tradisional yang memang sebagiannya masih perlu diteliti dan didukung secara empiris.

Di sisi lain, masyarakat pun memiliki pilihan untuk tetap mengakses pengobatan tradisional, maupun pengobatan modern. Namun, ia tak ingin pengobatan itu justru merugikan masyarakat.

Hatra, kata Nadia, perlu edukasi dan mengetahui kapan pasiennya harus dirujuk ke rumah sakit.

"Misalnya ada orang yang kanker ya, kalau misalnya dia di stadium awal, dia bisa sembuh total. Jangan sampai dia tidak mendapatkan informasi bahwa dia kalau tidak cepat berobat, misalnya (memilih) pengobatan tradisional, itu dia menjadi terlambat," jelas Nadia.

Sebelumnya diberitakan, dari beberapa video yang beredar di media sosial, diketahui Ida Dayak bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit, salah satunya meluruskan tulang tangan yang bengkok.

Baca juga: Fenomena Masyarakat Mebeludak di Pengobatan Alternatif Ida Dayak, Pengamat: Manusia Cari Jalan Kesembuhan

Dalam proses penyembuhan penyakit, Ida akan melakukan ritual menari lalu kemudian mengurut pasien dengan minyak berwarna merah yang diberi nama Minyak Bintang.

Pasien yang tadinya tidak mampu berjalan akhirnya bisa berjalan kembali. Kendati menjalankan ritual, Ida mengaku tetap melibatkan Tuhan dalam proses menyembuhkan pasien.

"Sesuai agama saya, saya Islam, saya muslim, saya mulai pengobatan ini dengan mengucapkan bismillahirahmanirrahim," ujar Ida Dayak, dikutip dari Kompas.com, Selasa (4/4/2023).

Menariknya, dalam proses pengobatan yang dilakukan Ida Dayak, dia mengaku sama sekali tak memungut biaya pengobatan pasien.

Dia hanya menjual minyak racikannya sendiri dengan harga Rp 50.000 per botol.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com