Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Beberkan 3 Modus Kongkalikong Pegawai Pajak

Kompas.com - 09/03/2023, 17:08 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein memaparkan sejumlah modus kejahatan yang kerap dilakukan oleh pegawai pajak.

Menurut Yunus, modus kejahatan perpajakan terus berkembang. Namun, dari pengalamannya dia memaparkan 3 modus kejahatan yang kerap dilakukan pegawai pajak.

Pertama adalah pegawai pajak aktif merangkap menjadi konsultan wajib pajak tertentu.

"Dulu waktu kami pernah melaporkan kasus itu wajib pajak sebagai account representative. Dia, secara halus, membuat namanya tax planning," kata Yunus dalam program Ni Luh di Kompas TV, seperti dikutip pada Kamis (9/3/2023).

Baca juga: KPK Sebut 2 dari 280 Perusahaan Milik 134 Pegawai DJP yang Punya Saham adalah Konsultan Pajak

Yunus mengatakan, modus tax planning adalah perbuatan yang dilakukan oleh pegawai pajak aktif yang secara sembunyi-sembunyi bertindak sebagai konsultan dan bersekongkol dengan wajib pajak tertentu.

Tujuannya adalah membuat skema supaya sang wajib pajak terhindar dari kewajiban membayar pajak dari nilai yang seharusnya.

"Dia mengatur pajak dari perusahaan atau seseorang biar dia nanti dari sudut perpajakan aman. Dan di sini kan menyimpang. Diatur oleh si konsultan yang orang pajak ini ya yang disebut 'dukun'-nya dari si warga binaan wajib pajak itu," ucap Yunus.

Cara kedua, kata Yunus, adalah terjadi kongkalikong antara pegawai pajak dan wajib pajak saat mengajukan keberatan di pengadilan khusus pajak.

Baca juga: KPK: Tak Etis Pegawai Ditjen Pajak Punya Saham di Perusahaan

"Mereka (wajib pajak) bisa mengajukan keberatan, terus ke pengadilan pajak, di situ dia katakanlah bermain dengan orang pajak yang menangani itu, kemungkinan besar ya posisinya lebih kuat," ujar Yunus yang juga ahli hukum perbankan dan pidana korporasi.

Modus ketiga, lanjut Yunus, adalah negosiasi antara wajib pajak dan petugas terkait pajak terhutang.

"Bisa juga dalam bentuk pajak-pajak terhutang itu dinegosiasikan. Yang seharusnya misalnya Rp 50 miliar, udah enggak usah bayar Rp 50 miliar lah. Bayar separuh saja. Nanti yang Rp 25 miliar badu, bagi dua. bisa juga yang lain2. banyak sekali sebenarnya," ucap Yunus.

Saat ini kinerja Direktorat Jenderal Pajak menjadi sorotan setelah mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo diduga mempunyai jumlah kekayaan tak wajar.

Baca juga: Minta Pemerintah Tak Kalah dengan Mafia Pajak, Anggota DPR: Ini Skandal Luar Biasa

Harta tak wajar Rafael terkuak setelah putranya, Mario Dandy Satrio (20), menganiaya D (17) yang merupakan anak pengurus GP Ansor.

Rafael yang merupakan pejabat eselon III di Ditjen Pajak tercatat memiliki harta kekayaan mencapai Rp 56 miliar di dalam LHKPN.

Sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah memblokir puluhan rekening Rafael dan keluarga dengan transaksi senilai Rp 500 miliar.

Halaman:


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com