Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Hidayaturrahman
Dosen

Penulis di beberapa jurnal nasional dan internasional

Investor Politik Jelmaan Oligarki

Kompas.com - 23/02/2023, 14:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JAGAD politik Indonesia dalam beberapa waktu terakhir, diramaikan berita adanya hutang Anies Baswedan, yang saat itu mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017.

Tidak jelas juga Anies berhutang kepada siapa dan sebetulnya seberapa besar jumlah hutang tersebut. Namun yang jelas jumlahnya mencapai puluhan miliar rupiah.

Hal yang menarik dari berita politik tersebut, ada pihak yang berupaya untuk mendanai calon pejabat politik ketika bertarung dalam Pemilu.

Indonesia pada 2024 akan menyelenggerakan pesta demokrasi terbesar yang digelar secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.

Pemilihan umum yang digelar pada Februari 2024, akan memilih presiden-wakil presiden, wakil rakyat di tingkat pusat dan daerah serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Pemilihan umum merupakan perwujudan dari demokrasi yang mestinya menghadirkan kedaulatan rakyat.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat (from the people, by the people, for the people).

Dalam praktiknya, hasil dari pemilihan umum dan pemilihan presiden tidak menampilkan wajah daulat rakyat. Rakyat seringkali diabaikan di dalam kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan parlemen.

Banyak kebijakan yang dibuat justru menguntungkan pada pemilik modal, yang kali ini disebut sebagai investor politik.

Investor politik hadir pada berbagai momentum politik, baik pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden hingga pemilihan kepala desa, didorong oleh empat hal.

Pertama, kandidat politik, apakah wakil rakyat atau presiden yang mengikuti kontestasi tidak memiliki kemampuan dana untuk membiayai kebutuhan kampanye dan pemenangan diri. Hal ini yang menjadi persoalan banyak calon dan partai politik di Indonesia.

Banyak kandidat, termasuk kandidat presiden yang tidak memiliki modal memadai untuk biayai dirinya sendiri, sehingga terbuka peluang untuk dibiayai oleh pihak lain, dengan mekanisme yang tidak terbuka sama sekali.

Begitu pula partai politik, tidak memiliki pendanaan memadai yang dibiayai oleh pengurus dan anggotanya. Sedangkan pendanaan dari pemerintah masih terbilang minim.

Kondisi ini menyebabkan partai politik membuka peluang terjadinya transaksi dengan pihak yang memiliki dana untuk memberi uang, dengan cara ilegal.

Kedua, adanya keinginan dari pihak yang memiliki uang atau modal untuk masuk ke wilayah politik dan kekuasaan, namun menggunakan pihak lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com