JAKARTA, KOMPAS.com - Jajak pendapat Litbang Kompas memperlihatkan bahwa sebagian besar publik yang menjadi responden survei atau 25,3 persen menilai UU Cipta Kerja hanya menguntungkan para pelaku usaha atau pebisnis.
"Sebanyak 25,3 persen responden menilai (UU Cipta Kerja) lebih menguntungkan pebisnis/pengusaha, sebagian yang lain menyebut menguntungkan investor atau pemilik modal," kata Peneliti Litbang Kompas, Rangga Eka Sakti dikutip dari Harian Kompas, Senin (16/1/2023).
Tak hanya itu, 18,1 persen publik menilai UU ini hanya menguntungkan pemerintah.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: 60,5 Persen Publik Menilai UU Cipta Kerja Tak Wakili Aspirasi Masyarakat
Kemudian, 16,6 persen menyebut, UU Cipta Kerja menguntungkan pekerja atau karyawan swasta, 16,6 persen menguntungkan investor/pemilik modal, 12,4 persen menguntungkan buruh, dan 2,5 persen menguntungkan petani dan nelayan.
"Tidak banyak dari responden yang merasa Perppu Cipta Kerja ini menguntungkan para pekerja. Hanya sekitar 16,6 persen responden yang merasa kehadiran Perppu dapat memberikan perlindungan dan kesejahteraan pekerja," ucap Rangga.
Penilaian UU Cipta Kerja yang semata-mata menguntungkan pelaku usaha, pemerintah, dan pemilik modal inilah yang menjadi alasan penolakan UU paling besar.
Berdasarkan survei yang sama, 48,2 persen responden menolak UU Cipta Kerja dengan alasan tidak berpihak pada karyawan dan pekerja.
Lalu, 18,9 persen menolak karena membuat pelaku usaha atau perusahaan makin mudah melakukan PHK, 16,6 persen menganggap UU bisa digunakan untuk menekan karyawan, 10,8 persen menolak karena pernah mengalami dampak dari UU Cipta Kerja, dan 5,5 persen menolak karena tidak ada batas maksimum dari karyawan kontrak.
Baca juga: Anggota Fraksi PKS: Harusnya UU Cipta Kerja Diperbaiki Dulu, Bukan Arogan Terbitkan Perppu
Kekhawatiran ini, kata Rangga, bukan tanpa dasar. Terbitnya Perppu Cipta Kerja pun belum menyelesaikan persoalan terkait dengan pekerja yang menjadi ganjalan pada UU Cipta Kerja.
"Beberapa hal seperti soal ketidakpastian hukum terkait sistem kerja kontrak dan praktik outsourcing masih tak tersentuh Perppu tersebut," ujar Rangga.
Adapun metode penelitian dilakukan dengan mengumpulkan pendapat melalui telepon selama 10-12 Januari 2023. Sebanyak 512 responden dari 34 provinsi berhasil diwawancarai.
Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi. Pada tingkat kepercayaan 95 persen, nirpencuplikan penelitian ± 4,33 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Meski begitu, kesalahan di luar pencuplikan sampel luar pencuplikan sampel dimungkinkan terjadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.