“Sebagai presiden yang bertanggungjawab atas kehidupan dan keselamatan rakyat, hati saya berat dan saya berjuang untuk mengatasi kesedihan saya.” – Yoon Suk-yeol.
Pernyataan Presiden Korea Selatan itu diserukan usai terjadinya tragedi perayaan Halloween yang menewaskan sedikitnya 153 jiwa akibat saling dorong dan saling injak di gang sempit sepanjang 51 meter di belakang Hotel Hamiltoon, Seoul.
Musibah yang terjad di Korea Selatan juga membuat kalut warga dunia, tidak terkecuali saya sekeluarga.
Putri saya yang berkuliah di Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil Perencanaan dan Kebumian Kelas Internasional Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) tengah mengambil semester pendek di Chung Ang University, Seoul.
Begitu berita tragedi Itaewon merebak di media, saya sekeluarga mencoba menghubungi putri saya, namun selalu gagal.
Dari instagram story yang bisa kami lihat, putri saya bersama kawannya tengah mengunjungi Itaewon. Kalut, sabar serta pasrah sembari terus berdoa, terus saya sekeluarga panjatkan.
Pada Minggu siang (30 Oktober 2022), barulah chat saya sekeluarga berubah menjadi centrang biru sebagai pertanda akses komunikasi telah pulih.
Putri saya kelelahan di kamar asramanya usai bisa menghindar dari gang sempit di Itaewon, tempat tragedi terjadi.
Bersama temannya untuk mengisi waktu luang akhir pekan sembari melihat kebiasaan kaum milenial Seoul merayakan Halloween, putri saya dari stasiun kereta api bawah tanah Itaewon beranjak menyusuri jalanan sempit.
Begitu melihat kerumuman massa dan situasi mulai tidak terkendali, putri saya beserta kawannya menghindar menjauh. Keputusan tepat dari putri saya ini berakhir aman dan selamat, tetapi tidak untuk korban tewas dan korban luka.
Saya pernah mengunjugi Seoul tiga kali pada 2005, 2006, dan 2007. Tempat-tempat ikonik di Seoul seperti Itaewon, Pasar Namdaemun, Pasar Gyeondong, Pasar Gwanjang serta pemukiman sepanjang aliran Sungai Han selalu saya rekomendasikan ke putri saya untuk disambanginya.
Saya ingin, putri saya bisa belajar mengenai penataan wilayah dan kota di Seoul.
Tragedi Itaewon harus juga menjadi pembelajaran bagi kita semua bahwa musibah bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Tidak peduli terjadi di negara maju, negara berkembang atau negara pra sejahtera.
Tragedi Itaewon seperti mengulang musibah kelam di Stadion Kanjuruhan, Malang karena dari jumlah korban mendekati angka fantastis dalam hal korban jiwa.
Itaewon dan Kanjuruhan bersama delapan insiden massal lainnya, termasuk insiden terburuk di dunia dalam 10 tahun terakhir ini (Kompas.com, 30/10/2022).
Sementara tragedi Itaewon terjadi karena salah antisipasi pihak keamanan dalam mengamankan jalannya perayaan Halloween.
Dua-duanya akibat faktor human error, dan dua-duanya memakan korban jiwa dan korban luka massal.
Jika tragedi Kanjuruhan merenggut 135 orang termasuk 40 anak-anak, maka tragedi Itaewon menelan 153 jiwa korban meninggal.