Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Menelaah Konstitusionalitas Pilkada dan Pemilukada

Kompas.com - 13/10/2022, 14:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM menyusun kembali sistem politik yang demokratis, kini menghadapi pelbagai persoalan yang mendasar mengenai pemilihan (electoral system) yang akan digunakan untuk memilih kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota).

Sebagai negara pasca-otoritarianisme (orde baru), Indonesia telah mengenal pemilihan kepala daerah dalam dua bentuk, yaitu pemilihan kepala daerah (disebut: Pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UU 22/1999), dan pemilihan Pemilihan Umum Kepala Daerah (disebut: Pemilukada) yang dilakukan secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU 32/2004).

Dua bentuk electoral system itu memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing ditinjau dari perspektif politik hukum.

Namun secara umum, dua-duanya masih relevan dan konstitusional untuk dijadikan sebagai sistem pemilihan bagi Indonesia.

Perdebatan seputar pilkada atau Pemilukada secara normatif berkutat pada masalah "dilaksanakan secara demokratis".

Kata demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 itu, menurut saya, dapat ditafsirkan: pemilihan langsung (Pemilukada) dan; pemilihan melalui DPRD (Pilkada).

Sejauh mengenai tafsiran frasa "pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis" para pakar hukum tata negara menafsirkan dua model pemilihan, melalui model perwakilan atau langsung sama-sama demokratis.

Ditinjau lebih jauh lagi, semangat kebangsaan kita sangat menjunjung tinggi "permusyawaratan perwakilan".

Sila keempat Pancasila menginginkan sebuah sistem pemilihan yang berdasarkan permusyawaratan perwakilan. Artinya rakyat mewakilkan suaranya kepada anggota Dewan.

Pilkada atau pemilukada dalam konstitusi tidak dikategorikan sebagai rezim pemilihan umum. Pasal 22E, misalnya, hanya mengenal pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden.

Tidak dikenal pemilihan kepala daerah dalam pasal pemilihan umum tersebut. Hal ini yang membuka pintu perdebatan, mengenai pemilihan kepala daerah sampai hari ini.

Pada tahun 2014, era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pernah disahkan UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD, kemudian ditentang oleh sebagian besar kalangan.

Banyak orang menganggap, mengembalikan sistem usang yang tidak sejalan dengan prinsip demokrasi.

Karena desakan yang kuat dari masyarakat, rezim SBY mengeluarkan Perppu mengembalikan pemilukada. Setelah itu, wacana Pilkada tidak lagi muncul dalam perdebatan kalangan politik maupun hukum.

Namun belakangan ada fenomena baru dalam penunjukkan penjabat kepala daerah. Dalam Harian Kompas (23 Februari 2022), saya pernah menulis bahwa penunjukkan kepala daerah ini adalah bagian dari sisa pemerintahan totaliter yang sentralistik. Karena itu langkah mundur demokrasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com