Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Riuhnya Elite Politik "Naik-Turun" Gunung

Kompas.com - 19/09/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEPERTI menjadi gaya hidup baru yang mulai menggeser pamor bersepeda, kegiatan naik turun gunung atau hikking kini menjadi olahraga yang digemari warga kota.

Bagi warga Ibu Kota Jakarta, kawasan perbukitan Sentul di daerah Bogor menjadi ajang pemula untuk kegiatan naik turun gunung.

Jika ingin menantang, Gunung Semeru di Jawa Timur atau Gunung Gede di Jawa Barat menjadi uji nyali berikutnya.

Jika masih ragu naik gunung, bisa uji coba ke Gunung Sahari dekat Pasar Senen – Pasar Baru di Jakarta.

Berbeda dengan pentas politik nasional, “turun-naik” gunung kini menjadi perdebatan panas yang menarik.

Bermula dari rekaman video Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang wanti-wanti akan turun gunung mengingat ada tendensi pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 penuh dengan kecurangan (Kompas.com, 17/09/2022).

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu mengaku mendengar kabar ada tanda-tanda bahwa Pemilu 2024 akan diselenggarakan dengan tidak jujur dan tidak adil.

Kontan saja, penyataan SBY yang diduga dilakukan saat acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat itu membuat pamor “turun” gunung menjadi terangkat lagi.

Bahkan menurut sinyalemen SBY, di Pemilihan Presiden (Pilpres) nanti sudah disetting pesertanya hanya dua pasang capres-cawapres saja yang dikehendaki oleh pihak tertentu.

Seperti ingin meramaikan jagat perseteruan antara pesulap merah dan para dukun, kali ini SBY justru bukan bertindak sebagai dukun yang bisa meramal siapa yang akan maju di pentas calon pemimpin negeri ini.

Konstelasi pembentukan koalisi partai-partai, alih-alih penetapan capres-cawapres masih begitu cair dan fleksibel.

Seperti gayung bersambut karena jelas “sasaran” SBY adalah pihak penguasa, salah satu partai politik pengusung terkuat Presiden Joko Widodo, yakni PDIP langsung bereaksi.

Malah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sambil berseloroh menyebut, sejak kapan SBY naik gunung?

Jika SBY ingin turun gunung untuk melakukan tudingan terhadap pemerintah Jokowi maka giliran PDIP yang akan naik gunung agar bisa melihat jelas apa yang dilakukan SBY selama ini (Kompas.com, 17/09/2022).

Kembali, pamor “naik” gunung terangkat usai para politisi itu saling berbalasan komentar. Ranah pertarungan para elite partai tidak saja berlangsung di gedung parlemen dan sahut menyahut di media, tetapi medan kurusetra dialihkan ke gunung.

Gunung yang menjadi “teman” para pendaki dan pecinta alam, seolah dijadikan idiom politik yang penuh dengan kebencian.

Saya khawatir, jelang “pesta” demokrasi di 2024 nanti tensi politik sedemikian memanas. Elite-elite partai akan menggunakan wahana pertarungan tidak saja di darat (parlemen), di udara (media sosial) tetapi juga mulai merambah hingga gunung, lautan bahkan kuburan pun akan disasar sepertinya.

Saling sengkarut antara elite partai oposisi dan elite rulling party atau Demokrat vis a vis dengan PDIP mengingatkan saya tentang elite dan kekuasaan.

Varma (2001) berargumen apa yang mendorong elite politik atau kelompok-kelompok elite untuk memainkan peranan aktif dalam politik adalah karena menurut para teoritisi politik ada dorongan kemanusiaan yang tidak dapat dihindarkan atau diabaikan untuk meraih kekuasaan.

Politik merupakan permainan kekuasaan dan karena para individu menerima keharusan untuk melakukan sosialisasi serta penanaman nilai-nilai guna menemukan ekspresi bagi pencapaian kekuasaan tersebut.

Keinginan berebut kuasa dan berusaha memperbesar kekuasaan itulah yang menyebabkan terjadinya pergumulan politik antar elite di dunia politik.

Akan menjadi lain, jika “turun” dan “naik” gunung yang diperdebatkan itu menyangkut kehidupan rakyat kecil tentu tone-nya akan dimaknai publik dengan sukacita.

Akan tetapi, jika yang dipertentangkan itu menyangkut syahwat politik untuk menggapai ”capres-cawapres” maka tone turun-naik gunung akan diterjemahkan publik sebagai rasa sakit dan sentimen pribadi para elite.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com