JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) atau uji poligraf bersifat pro Justitia.
Oleh karenanya, pemeriksaan yang bersifat pro Justitia berarti dinyatakan sah dan memiliki kekuatan hukum.
Selain itu, pro justitia juga menunjukan bahwa tindakan hukum tersebut dilakukan demi keadilan dan untuk kepentingan penegakan hukum.
“Hasil poligraf setelah saya berkomunikasi dengan Puslabfor dan juga operator poligraf bahwa hasil poligraf atau lie detector itu adalah pro justitia,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Baca juga: Hasil Pemeriksaan Lie Detector Kasus Brigadir J Disebut Sebatas Keterangan Ahli
Dedi menjelaskan, pelaksanaan proses uji poligraf memiliki sejumlah persyaratan.
Menurutnnya, alat poligraf yang digunakan oleh Puslabfor Polri sudah terverifikasi oleh dari perhimpunan poligraf dunia.
“Kenapa saya bisa sampaikan pro Justitia? Setelah saya tanyakan taunya ada persyaratan, sama dengan ikatan dokter forensik Indonesia. Untuk polygraph itu juga ada ikatan secara universal di dunia, pusatnya di Amerika,” ucap Dedi.
Diketahui, Polri sebelumnya melakukan uji poligraf terhadap 5 tersangka pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kelima tersangka tersebut adalah Irjen Ferdy Sambo, Bharada E atau Richard Eliezer, Bripka RR atau Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan Putri Candrawathi.
Baca juga: Daripada Pakai Lie Detector, Polisi Didorong Fokus Cari Alat Bukti Pembunuhan Brigadir J
Kendati demikian, Dedi mengaku belum menerima hasil pemeriksaan dari uji poligraf terhadap para tersangka.
“Penyidik masih belum menginformasikan kepada saya hasilnya seperti apa. Untuk hasil lie detector atau poligraf yang sudah dilakukan kemarin terhadap saudari PC dan juga saudari S (saksi),” kata Dedi.
Diberitakan sebelumnya, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai pemeriksaan saksi dan tersangka kasus pembunuhan Brigadir J menggunakan pendeteksi kebohongan atau lie detector tidak mendesak untuk dilakukan.
Menurut Abdul Fickar, kesaksian para tersangka dengan menggunakan lie detector tidak bisa dijadikan alat bukti dalam persidangan nanti.
"Menurut saya, itu enggak berpengaruh, karena tersangka oleh hukum saja dikasih hak ingkar. Enggak usah dikasih lie detector, dia mau ngomong apa aja enggak apa-apa," kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/9/2022).
Baca juga: Hasil Pemeriksaan Lie Detector di Kasus Brigadir J Dinilai Bukan Alat Bukti Utama
Abdul Fickar menjelaskan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), para tersangka atau terdakwa diberikan hak untuk mengingkari pernyataan mereka sendiri.
Pengingkaran tersebut, katanya, membuat keterangan para tersangka bisa berubah-ubah, baik dalam pemeriksaan maupun dalam persidangan.
"Jadi, dia (para tersangka) mau bohong pun ada legitimasinya, KUHAP itu diberikan dia hak ingkar," ujar Abdul Fickar.
Atas dasar itu, menurut Abdul, sebaiknya polisi dengan saksama mengumpulkan alat bukti yang mampu membantah pembelaan para tersangka dibandingkan memeriksa berulang kali para tersangka dengan menggunakan lie detector.
Baca juga: Daripada Pakai Lie Detector, Polisi Didorong Fokus Cari Alat Bukti Pembunuhan Brigadir J
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.