Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Didesak Transparan Usut Kasus Brigadir J, Kepercayaan Publik Jadi Taruhan

Kompas.com - 05/08/2022, 07:00 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto, meminta pihak kepolisian transparan dalam mengungkap kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Dia mengingatkan, kepercayaan publik terhadap institusi Polri menjadi taruhan dalam pengungkapan kasus ini.

"Kalau tidak tuntas dan membukanya tidak transparan, kepercayaan masyarakat menurun," kata Bambang kepada Kompas.com, Kamis (4/8/2022).

"Sekaligus memunculkan asumsi bahwa institusi kepolisian menjadi tempat berlindung pelaku kejahatan yang dilakukan personel berseragam dan menggunakan kewenangan yang diberikan negara," tuturnya.

Baca juga: Babak Baru Kasus Kematian Brigadir J: Bharada E Jadi Tersangka Setelah Hampir Sebulan

Tak hanya bagi masyarakat, kata Bambang, transparansi kasus ini juga penting bagi keamanan pihak kepolisian sendiri.

Jika peristiwa kematian Brigadir J tak diungkap secara terang benderang, bukan tidak mungkin kasus serupa terulang di institusi Polri.

"Ini juga bisa menjadi ancaman bagi rasa aman untuk personel-personel kepolisian sendiri, karena bisa saja sewaktu-waktu di-Yosua-kan tanpa ada proses keadilan," ucap Bambang.

Menurut Bambang, tidak cukup polisi menetapkan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E sebagai tersangka. Sebab, masih banyak yang belum terjawab dari teka-teki tewasnya Brigadir Yosua.

Salah satu hal ganjil yang belum terungkap yakni pernyataan Polri di awal yang menyebutkan bahwa Bharada E menembak Brigadir J karena motif membela diri.

Pascapenetapan Bharada E sebagai tersangka, polisi berkata sebaliknya. Bharada E disebut bukan membela diri dan dijerat pasal pembunuhan dengan sengaja.

Baca juga: Terbukanya Peluang Tersangka Selain Bharada E di Kasus Pembunuhan Brigadir J...

Penggunaan pasal tersebut otomatis menggugurkan narasi yang disampaikan kepolisian di awal soal kronologi kasus ini.

Menurut Bambang, harus ada yang bertanggung jawab atas narasi-narasi janggal yang digulirkan di awal. Sebab, bukan tidak mungkin narasi itu dibangun untuk menghalangi-halangi proses hukum.

"Dari penetapan tersangka ini juga jelas bahwa ada itikad tidak baik sejak awal untuk menutupi atau mengaburkan kematian Brigadir J, meski yang sekarang juga masih kabur," ujar Bambang.

"Mengapa itu dilakukan? Siapa yang mencoba menutupi? Keterangan prematur itu harus dipertanggungjawabkan juga. Tidak bisa dibiarkan saja karena sudah masuk obstruction of justice (menghalangi proses hukum)," tuturnya.

Bambang menambahkan, bisa jadi ada lebih dari satu tersangka dalam kasus ini. Sebabnya, Bharada E juga dijerat Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com