JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto, meminta pihak kepolisian transparan dalam mengungkap kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dia mengingatkan, kepercayaan publik terhadap institusi Polri menjadi taruhan dalam pengungkapan kasus ini.
"Kalau tidak tuntas dan membukanya tidak transparan, kepercayaan masyarakat menurun," kata Bambang kepada Kompas.com, Kamis (4/8/2022).
"Sekaligus memunculkan asumsi bahwa institusi kepolisian menjadi tempat berlindung pelaku kejahatan yang dilakukan personel berseragam dan menggunakan kewenangan yang diberikan negara," tuturnya.
Tak hanya bagi masyarakat, kata Bambang, transparansi kasus ini juga penting bagi keamanan pihak kepolisian sendiri.
Jika peristiwa kematian Brigadir J tak diungkap secara terang benderang, bukan tidak mungkin kasus serupa terulang di institusi Polri.
"Ini juga bisa menjadi ancaman bagi rasa aman untuk personel-personel kepolisian sendiri, karena bisa saja sewaktu-waktu di-Yosua-kan tanpa ada proses keadilan," ucap Bambang.
Menurut Bambang, tidak cukup polisi menetapkan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E sebagai tersangka. Sebab, masih banyak yang belum terjawab dari teka-teki tewasnya Brigadir Yosua.
Salah satu hal ganjil yang belum terungkap yakni pernyataan Polri di awal yang menyebutkan bahwa Bharada E menembak Brigadir J karena motif membela diri.
Pascapenetapan Bharada E sebagai tersangka, polisi berkata sebaliknya. Bharada E disebut bukan membela diri dan dijerat pasal pembunuhan dengan sengaja.
Penggunaan pasal tersebut otomatis menggugurkan narasi yang disampaikan kepolisian di awal soal kronologi kasus ini.
Menurut Bambang, harus ada yang bertanggung jawab atas narasi-narasi janggal yang digulirkan di awal. Sebab, bukan tidak mungkin narasi itu dibangun untuk menghalangi-halangi proses hukum.
"Dari penetapan tersangka ini juga jelas bahwa ada itikad tidak baik sejak awal untuk menutupi atau mengaburkan kematian Brigadir J, meski yang sekarang juga masih kabur," ujar Bambang.
"Mengapa itu dilakukan? Siapa yang mencoba menutupi? Keterangan prematur itu harus dipertanggungjawabkan juga. Tidak bisa dibiarkan saja karena sudah masuk obstruction of justice (menghalangi proses hukum)," tuturnya.
Bambang menambahkan, bisa jadi ada lebih dari satu tersangka dalam kasus ini. Sebabnya, Bharada E juga dijerat Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sanksi tersebut umumnya dijatuhkan ke tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa pelaku.
Oleh karenanya, dia menekankan, seluruh pihak yang terkait kasus ini harus diperiksa sehingga misteri tewasnya Brigadir J tak lagi menjadi tanda tanya.
"Untuk mengembalikan public trust dampak ketidakterbukaan Polri yang terjadi saat ini, bukan sekadar dengan menyeret aktor pelaku ke pengadilan saja, tetapi juga membuka setransparan mungkin kejanggalan-kejanggalan yang disampaikan kepolisian sejak awal," kata Bambang.
Sebagaimana diketahui, pada Rabu (3/8/2022), polisi menetapkan Bharada E sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir J. Bharada E menjadi tersangka atas laporan yang dibuat oleh pihak keluarga Brigadir J terkait dugaan pembunuhan berencana.
Eliezer diduga tidak dalam situasi membela diri saat membunuh Brigadir J, sehingga dijerat pasal tentang pembunuhan yang disengaja.
“Pasal 338 jo 55 dan 56 KUHP. Jadi bukan bela diri,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Andi Rian dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Adapun polisi sebelumnya mengungkapkan bahwa Bharada E terilbat baku tembak dengan Brigadir J di kediaman Irjen Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumar (8/7/2022), yang berujung pada tewasnya Yosua.
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/05/07000001/polri-didesak-transparan-usut-kasus-brigadir-j-kepercayaan-publik-jadi