KOMPAS.com – Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Di Indonesia, salah satu ketentuan yang mengatur tentang pernikahan adalah UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019.
Melalui undang-undang ini, negara menjamin hak setiap warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, termasuk dengan perkawinan beda kewarganegaraan atau perkawinan campuran.
Lalu, bagaimana aturan perkawinan campuran di Indonesia?
Baca juga: Mengapa Perkawinan Perlu Dicatatkan?
Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut UU Perkawinan.
Menurut undang-undang ini, perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat perkawinan yang ditentukan bagi masing-masing pihak telah dipenuhi.
Syarat perkawinan menurut undang-undang, yakni:
Selain persyaratan tersebut, pasangan yang akan menikah juga harus meminta surat keterangan dari pejabat berwenang yang menyatakan bahwa mereka telah memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan campuran tanpa ada rintangan.
Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan yang diberikan petugas tersebut hanya berlaku selama enam bulan setelah diberikan.
Jika pernikahan tidak dilangsungkan dalam waktu yang telah ditentukan, maka pasangan tersebut harus membuat surat keterangan yang baru.
Surat keterangan ini merupakan hal yang wajib dalam pelaksanaan pernikahan campuran.
Terdapat sanksi bagi pasangan yang melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan lebih dulu surat keterangan tersebut.
Dalam Pasal 61 UU Perkawinan ditegaskan, pasangan yang melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan lebih dulu surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan kepada pegawai pencatat perkawinan akan dihukum dengan hukuman kurungan maksimal selama sebulan.
Selain itu, sanksi hukum juga akan diberikan kepada pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan padahal ia mengetahui bahwa surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada.