Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Yon Bayu

Blogger Kompasiana bernama Yon Bayu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Saat Gus Yahya Melawan Arus

Kompas.com - 26/05/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KETUA Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan kembali komitmennya untuk tidak membawa NU ke ranah politik.

Gus Yahya menyeru kepada partai-partai politik untuk tidak menggunakan NU menjadi senjata kompetisi politik.

Menurut Gus Yahya, NU milik semua bangsa sehingga jika dibiarkan terus begini (terseret dalam arus politik praktis), tidak sehat.

Gus Yahya juga meminta partai politik tidak menggunakan politik identitas agama, termasuk mengekploitasi identitas NU untuk politik. NU selalu untuk bangsa, cetus Gus Yahya. (Kompas, 24 Mei 2022).

Pernyataan Gus Yahya dapat kita maknai dari dua sisi. Pertama, Gus Yahya sedang mengembalikan marwah NU sebagai organisasi keagamaan yang hanya bergerak di ranah dakwah dan pendidikan sebagaimana Khittah 1926 yang dideklarasikan dalam Muktamar NU 1984 di Situbondo.

Sejak tokoh-tokoh NU mendirikan Partai Kebanagkitan Bangsa (PKB) tahun 1998, Kittah 1926 nyaris tidak bergaung lagi.

Bahkan ada upaya pengaburan di mana deklarasi 1984 dilakukan hanya sebagai upaya menyelamatkan NU dari tekanan rezim Orde Baru.

Sebab jauh sebelumnya NU pun pernah menjadi partai politik setelah keluar dari Masyumi dan menjadi pemenang ketiga di Pemilu 1955.

Kedua, Gus Yahya sedang berupaya “membersihkan” rumah besar NU dari kelompok oportunis yang memanfaatkan NU semata untuk kepentingan politik.

Keberhasilan duet Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua PBNU (saat itu) KH Said Aqil Siradj “menekan” Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk “membatalkan” Mahfud Md sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, menjadi tonggak sekaligus role model yang membangkitkan antusiasme Nahdliyin di akar rumput untuk mulai bermimpi meraih jabatan-jabatan politis di pemerintahan melalui NU.

Pernyataan “Mahfud bukan kader NU” sehingga tidak ada jaminan Nahdliyin akan mendukung Jokowi, sangat heroik karena menegaskan posisinya sebagai kekuatan politik yang bisa menjadi pembeda hasil pilpres.

Dengan jumlah anggota yang diklaim antara 70-90 juta orang, NU sangat seksi digunakan sebagai alat tawar kepada pihak manapun.

Pada titik tertentu, NU tidak lagi menjadi kekuatan moral dan elitenya tidak menempatkan diri sebagai guru bangsa.

Sikap Gus Yahya menjadi sangat menarik karena berani melawan arus. Terlebih larangan tersebut tidak sebatas dukung-mendukung partai politik.

Kader-kader NU juga dilarang menggunakan identitasnya terlibat dalam dukung-mendukung calon presiden.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com