Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSI Dorong Pilpres 2024 Diikuti 3 Paslon untuk Cegah Terjadinya Polarisasi

Kompas.com - 09/05/2022, 15:28 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni menilai, Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 idealnya diikuti oleh minimal tiga pasang calon (paslon).

Tiga pasang calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) untuk mengantisipasi dan memitigasi terjadinya polarisasi di masyarakat seperti pengalaman Pilpres sebelumnya.

"Dengan 3 pasang kandidat, polarisasi yang terjadi pada pemilu 2019 yang implikasi masih terasa saat ini lebih bisa diantisipasi dan dimitigasi," kata Raja dalam keterangannya, Senin (9/5/2022).

Ia pun mengingatkan kembali bagaimana Pilpres 2019 yang membelah masyarakat menjadi 2 kubu.

Baca juga: Hindari Polarisasi, Ketua DPP Nasdem Usul Pilpres 2024 Diikuti Minimal 3 Paslon

Belum lagi keterbelahan itu hanya menimbulkan isu-isu murahan, bukan isu-isu subtansif yang mencirikan kedewasaan berdemokrasi.

"Polarisasi politik dan berisik pada masyarakat demokratis yang matang dan dewasa sebenarnya biasa saja. Namun, berisiknya berdasarkan policy bukan identity," imbuh dia.

Meski diakuinya lebih dari dua paslon bakal menimbulkan biaya yang lebih besar-karena berpotensi pemilu 2 putaran, tapi hal tersebut tidak masalah demi mencegah polarisasi yang semakin melebar.

"Polarisasi head to head yang membelah secara hitam putih lebih bisa diantisipasi (dengan tiga pasang). Relatif akan terjadi rilaksasi politik," jelasnya.

 

"Saya kira rupiah yang dikeluarkan untuk ronde kedua wajar dibayarkan, ketimbang membayar biaya perpecahan dan keretakan sosial di akar rumput akibat pembelahan politik. Biayanya untuk jangka panjang jauh lebih mahal," ungkap Raja.

Baca juga: Survei SMRC: Pemilu Diprediksi 2 Putaran jika Diikuti Tiga Pasangan Calon

Di sisi lain, Raja melihat bahwa tiga pasang kandidat membuat pesta demokrasi lebih meriah.

Rakyat, kata dia, punya alternatif pilihan calon pemimpin lebih banyak.

"Semakin banyak kandidat semakin besar ruang kontestasi ide dan gagasan. Tentu positif bagi rakyat," tutur Raja.

"Jadi, semoga 2024 kita punya, paling tidak 3 pasang kandidat capres-cawapres agar pesta demokrasi kita lebih meriah, rakyat punya lebih banyak pilihan, dan polarisasi politik tidak semakin menajam," pungkas Raja.

Terkait usulan tiga paslon pada Pilpres 2024, sebelumnya pernah dilontarkan oleh Deputi Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani.

Kamhar mengatakan, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendorong terjadinya tiga kandidat capres-cawapres dalam Pilpres 2024.

Baca juga: Prabowo Bakal Maju Lagi pada 2024, Demokrat Harap Pilpres Tak Hanya Diikuti 2 Paslon

Sebab, kontestan yang hanya dua pasang dinilai telah membuat kehidupan masyarakat Indonesia terbelah menjadi dua kubu seperti pada pengalaman Pilpres 2014 dan 2019.

Oleh sebab itu, pada gelaran Pilpres 2024 mendatang diharapkan terdapat tiga pasangan calon agar hal serupa tak terulang kembali.

"Pada berbagai kesempatan, Mas Ketum AHY juga menyampaikan harapan agar setidaknya ada 3 paslon yang menjadi kontestan pada Pilpres 2024 nanti," kata Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani dikutip Kompas.tv, Selasa (3/5/2022).

Ia menyebut, pihaknya akan mendorong terjadinya dinamikan politik yang mengarah tidak adanya perpecahan di masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com