Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Indikator: Publik Minta Tersangka Korupsi Minyak Goreng Dihukum Berat

Kompas.com - 28/04/2022, 15:34 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia pada 20-25 April 2022 menunjukkan, publik menginginkan hukuman berat bagi keempat tersangka kasus korupsi iin ekspor minyak goreng seandainya terbukti bersalah.

Kejaksaan Agung sudah menetapkan 4 orang terkait kasus korupsi minyak goreng pada 19 April 2022.

Tersangka pertama, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana disebut memberikan izin ekspor bagi perusahaan eksportir minyak sawit yang tidak memenuhi ketentuan DMO dan DPO (domestic price obligation).

Jika terbukti bersalah, 22,8 persen responden meminta Indrasari Wisnu dihukum mati, 45 persen menganggap dia perlu dihukum seumur hidup, serta 18,2 persen menilai penjara 20 tahun sebagai hukuman yang adil.

Baca juga: Berkat Kasus Minyak Goreng, Kepercayaan Publik terhadap Kejaksaan Melesat

Hanya 4,7 persen responden yang setuju jika Wisnu dihukum di bawah 10 tahun penjara, sedangkan 9,3 persen responden mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.

Lalu, ada tiga orang dari korporasi besar produsen minyak goreng yang juga jadi tersangka dalam perkara ini.

Ketiga orang itu yakni Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley MA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor (MPT), dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Picare Togar Sitanggang.

Harapan serupa juga dijatuhkan pada 3 pengusaha yang juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.

Sebanyak 18,3 persen responden memintanya dihukum mati, 47,7 persen menganggap dia perlu dihukum seumur hidup, serta 17,1 persen menilai penjara 20 tahun sebagai hukuman yang adil.

Baca juga: Ironi Negeri Produsen Minyak Sawit Terbesar yang Sulit Dapat Minyak Goreng...

Hanya 6,8 persen responden yang setuju jika Wisnu dihukum di bawah 10 tahun penjara, sedangkan 10,1 persen responden mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebut hal ini sebagai sosiologi hukum, dengan latar belakang mahal dan langkanya minyak goreng yang diderita masyarakat untuk jangka waktu yang tidak sebentar.

"Sebagian besar percaya ada kasus korupsi di balik kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Jumlahnya besar sekali. Ada kurang lebih 75-an persen lebih masyarakat percaya ada tindak pidana korupsi," ungkap Burhanuddin dalam rilis hasil surveinya, Kamis (28/4/2022).

"Meskipun mereka cukup gelisah dengan kelangkaan minyak goreng, mereka menaruh harapan pemerintah dapat menangkap mafia minyak goreng. Jumlahnya di atas 64 persen," imbuhnya.

Survei ini dilakukan melalui telepon, dengan target populasi warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas dan memiliki ponsel, sekitar 83 persen dari total populasi nasional.

Baca juga: Survei: Pengeluaran Masyarakat Indonesia Naik 50 Persen Saat Ramadhan

Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD), teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.

Total, sampel penelitian ini mencakup 1.219 responden yamg dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening.

Margin of error survei diperkirakan ±2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling.

"Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih," kata Burhanuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com