Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Presiden Membubarkan DPR?

Kompas.com - 12/04/2022, 00:30 WIB
Issha Harruma,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com – Presiden tidak dapat membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai mana diatur dalam UUD 1945. Hal ini karena Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.

Ketentuan mengenai hal tersebut tertuang dalam Pasal 7C UUD 1945. Pasal ini berbunyi, “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”

Kedudukan presiden dan DPR di Indonesia

Selain tertulis dengan jelas di dalam pasal tersebut, presiden dan DPR sesuai konstitusi juga memiliki kedudukan yang sejajar sebagai lembaga negara. Atas dasar inilah, keduanya tidak bisa saling menjatuhkan.

Baca juga: Perbedaan Sistem Presidensial dan Parlementer

Berbeda dengan sistem parlementer. Dalam sistem tersebut, presiden sebagai kepala negara dapat membubarkan parlemen.

Hal ini untuk mengimbangi kewenangan parlemen yang sangat besar terhadap pemerintahan. Supremasi parlemen sering kali dianggap dapat membuat kedudukan eksekutif menjadi tidak stabil.

Presiden pernah bubarkan DPR

Soekarno

Dalam sejarah, presiden pertama Indonesia, Soekarno, pernah membubarkan DPR pada tahun 1960. Keputusan ini ditetapkan melalui Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1960 tentang Pembaharuan Susunan Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam penetapan presiden bertanggal 5 Maret 1960 tersebut, Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 karena dianggap tidak sejalan dengan pemerintah.

Apalagi sebelumnya, DPR menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan pemerintah.

Setelah pembubaran, Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong sebagai lanjutan dari penetapan sebelumnya.

Dalam penetapan tersebut, ada 283 orang yang diangkat sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) yang menggantikan anggota DPR yang dibubarkan sebelumnya.

Baca juga: Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Latar Belakang, Isi, Tujuan, dan Dampak

Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi presiden Indonesia selanjutnya yang pernah berniat membubarkan DPR. Namun, upaya ini ditolak sehingga tidak benar-benar terjadi.

Keputusan tersebut dikeluarkan oleh Gus Dur melalui Maklumat Presiden 23 Juli 2001. Dalam maklumat ini, Gus Dur membekukan DPR dan MPR atau Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Selain itu, isi dari maklumat tersebut, yakni pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat dan pembekuan Golkar.

Pembekuan DPR dan MPR menjadi salah satu poin yang paling menyita perhatian publik. Ini dikarenakan konflik antara Gus Dur dan DPR/MPR yang semakin menguat akibat beberapa kebijakan Gus Dur yang kontroversial dan melanggar ketentuan.

Namun, maklumat tersebut dinyatakan tidak sah. Beberapa jam setelah maklumat dikeluarkan, MPR pun menggelar sidang istimewa dan melengserkan Gus Dur dari jabatannya.

 

 

 

Referensi:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Nasional
DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

Nasional
Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com