KOMPAS.com – Presiden tidak dapat membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai mana diatur dalam UUD 1945. Hal ini karena Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
Ketentuan mengenai hal tersebut tertuang dalam Pasal 7C UUD 1945. Pasal ini berbunyi, “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Selain tertulis dengan jelas di dalam pasal tersebut, presiden dan DPR sesuai konstitusi juga memiliki kedudukan yang sejajar sebagai lembaga negara. Atas dasar inilah, keduanya tidak bisa saling menjatuhkan.
Baca juga: Perbedaan Sistem Presidensial dan Parlementer
Berbeda dengan sistem parlementer. Dalam sistem tersebut, presiden sebagai kepala negara dapat membubarkan parlemen.
Hal ini untuk mengimbangi kewenangan parlemen yang sangat besar terhadap pemerintahan. Supremasi parlemen sering kali dianggap dapat membuat kedudukan eksekutif menjadi tidak stabil.
Dalam sejarah, presiden pertama Indonesia, Soekarno, pernah membubarkan DPR pada tahun 1960. Keputusan ini ditetapkan melalui Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1960 tentang Pembaharuan Susunan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam penetapan presiden bertanggal 5 Maret 1960 tersebut, Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 karena dianggap tidak sejalan dengan pemerintah.
Apalagi sebelumnya, DPR menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan pemerintah.
Setelah pembubaran, Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong sebagai lanjutan dari penetapan sebelumnya.
Dalam penetapan tersebut, ada 283 orang yang diangkat sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) yang menggantikan anggota DPR yang dibubarkan sebelumnya.
Baca juga: Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Latar Belakang, Isi, Tujuan, dan Dampak
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi presiden Indonesia selanjutnya yang pernah berniat membubarkan DPR. Namun, upaya ini ditolak sehingga tidak benar-benar terjadi.
Keputusan tersebut dikeluarkan oleh Gus Dur melalui Maklumat Presiden 23 Juli 2001. Dalam maklumat ini, Gus Dur membekukan DPR dan MPR atau Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Selain itu, isi dari maklumat tersebut, yakni pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat dan pembekuan Golkar.
Pembekuan DPR dan MPR menjadi salah satu poin yang paling menyita perhatian publik. Ini dikarenakan konflik antara Gus Dur dan DPR/MPR yang semakin menguat akibat beberapa kebijakan Gus Dur yang kontroversial dan melanggar ketentuan.
Namun, maklumat tersebut dinyatakan tidak sah. Beberapa jam setelah maklumat dikeluarkan, MPR pun menggelar sidang istimewa dan melengserkan Gus Dur dari jabatannya.
Referensi: