Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang Kompas: Mayoritas Publik Khawatir Amendemen Konstitusi Disisipi Kepentingan Tertentu

Kompas.com - 04/04/2022, 08:15 WIB
Ardito Ramadhan,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Survei terbaru yang diselenggarakan Litbang Kompas menunjukkan, mayoritas publik (85,1 persen) khawatir amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 rawan disisipi kepentingan tertentu.

Survei tersebut menangkap ada 27,4 persen responden yang sangat khawatir dan 55,7 persen responden yang khawatir amendemen konstitusi disisipi kepentingan tertentu.

Sementara, hanya ada 13,3 persen responden yang tidak khawatir, 1,1 persen responden yang sangat tidak khawatir, dan 2,5 persen responden yang menjawab tidak tahu.

Baca juga: Berapa Kali Amandemen UUD 1945 Dilakukan?

Kompas.id melaporkan pada Senin (4/4/2022), kekhawatiran publik ini bisa jadi dipengaruhi oleh berbagai isu politik yang tengah hangat dibicarakan seperti penundaan pemilu hingga isu perpanjangan masa jabatan presiden.

Seperti diketahui, sejauh ini Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeklaim amendemen UUD 1945 hanya untuk mengatur Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Namun, amendemen konstitusi dapat melebar ke substansi lainnya. Sebut saja, perpanjangan masa jabatan presiden, ataupun menetapkan MPR sebagai lembaga dengan kewenangan tertinggi.

Survei itu juga menunjukkan bahwa mayoritas publik (78 persen) setuju jika amendemen UUD 1945 mengatur soal PPHN, tetapi mayoritas publik (59,3 persen) juga menolak perpanjangan masa jabatan presiden diatur lewat amendemen.

Survei Litbang Kompas itu dilakukan melalui wawancara telepon kepada 504 responden berusia minimal 17 tahun di 34 provinsi pada 22-25 Maret 2022.

Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.

Baca juga: KPU: Penundaan Pemilu jika Tak Amandemen UUD 1945, Inkonstitusional

Dengan menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan mencapai 95 persen, nirpencuplikan penelitian ± 4,37 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com