Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Nasib Jakarta dan Depok dalam Nilai Toleransi Beragama..

Kompas.com - 31/03/2022, 08:11 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - SETARA Institute merilis hasil studi terbaru mereka tentang indeks kota toleran yang dilakukan selama 2021.

Indeks ini diperoleh dari hasil studi dengan paradigma hak konstitusional warga serta hak asasi manusia menggunakan 8 indikator, terhadap 94 kota di Indonesia (empat kota administrasi di DKI Jakarta sudah dijadikan satu).

Hasilnya, Kota Singkawang dinobatkan sebagai kota paling toleran dengan skor 6,483.

Di bawah Singkawang, ada Manado yang menempati urutan kedua (6,4), diikuti Salatiga (6,367), Kupang (6,337), Tomohon (6,133), Magelang (6,02), Ambon (5,9), Bekasi (5,83), Surakarta (5,783), dan Kediri (5,733).

Baca juga: Dua Alasan Setara Institute Nobatkan Depok Jadi Kota Paling Intoleran

Itu bukan kali pertama Bekasi jadi satu-satunya perwakilan Jabodetabek yang masuk 10 besar.

Namun, yang menarik adalah antara DKI Jakarta dengan Kota Depok, padahal keduanya masuk 10 besar kota paling intoleran pada 2017-2018.

Depok terpuruk dalam intoleransi

Saat ini, Kota Depok memperoleh skor 3,577, di bawah Pariaman, Cilegon, dan Banda Aceh.

Depok turun 2 peringkat dibandingkan pemeringkatan tahun sebelumnya.

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani, menjelaskan alasan Kota Depok menempati urutan paling buncit dalam indeks kota toleran hasil riset mereka sepanjang 2021.

"Harus saya akui, problem utama di depok dua hal yang sebenarnya bobotnya tinggi. Pertama, adanya produk hukum yang diskriminatif, yang mana eksisting dan efektif dijalankan pemerintah," kata Ismail kepada wartawan di Hotel Ashley, Rabu (30/3/2022).

Baca juga: Depok Kota Paling Intoleran Berdasarkan Riset Setara Institute 2021

Produk hukum ini memiliki bobot nilai 10 persen dari 8 indikator indeks kota toleran versi SETARA Institute.

Di samping produk hukum, kepemimpinan politik di Depok dianggap tidak mempromosikan toleransi.

Padahal, kebijakan diskriminatif dan peristiwa intoleransi sama-sama memiliki bobot 20 persen dalam penilaian.

"Jadi bisa dibayangkan, atas dasar perintah walikota, tidak ada angin dan tidak ada hujan, tiba-tiba sebuah masjid disegel," lanjut Ismail.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com