Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klaim 110 Juta Dukungan Tunda Pemilu dari Big Data, Luhut Ditantang Buktikan 3 Hal Ini

Kompas.com - 17/03/2022, 19:39 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi menyebutkan bahwa ada sejumlah hal yang harus dibuktikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terkait klaim 110 juta dukungan menunda pemilu yang disebut berasal dari "big data".

Ilmuwan data tersebut berpendapat, jangan sampai awamnya publik soal "big data" dimanfaatkan untuk pembenaran gagasan yang kebenarannya belum dapat dipertanggungjawabkan.

Baca juga: Luhut Sang Menteri Segala Urusan dari Investasi sampai Pemilu, Ini 15 Peran Sentralnya

"Timnya Pak Luhut ini perlu membuka metodologinya apa, periodenya kapan, kata kunci yang dipakai apa, baru kita buka-bukaan data," kata Fahmi dalam diskusi bersama sejumlah peneliti dari lembaga survei dan analis data di Jakarta, Kamis (17/3/2022).

Menurut Fahmi, setidaknya ada 3 hal yang perlu dibuktikan Luhut soal klaim dukungan dari "big data" itu agar kebenarannya bisa diverifikasi oleh pihak lain.

Baca juga: Soal Penundaan Pemilu 2024, Luhut Pertanyakan Alasan Jokowi Harus Turun

 

Apa saja?

1. Kata kunci

Fahmi memberi contoh, soal penundaan pemilu, ada sejumlah kata kunci yang dapat digunakan untuk menghimpun berapa banyak jumlah percakapan terkait, semisal "Presiden", "Jokowi", "pemilu".

Lalu, percakapan tersebut harus memuat setidaknya beberapa kata terkait isu, semisal "perpanjangan", "2027", "3 periode", "penundaan".

"Semua alternatif kemungkinan yang diomongkan orang kita masukkan sebagai kata kunci. Jadi kita bisa dapatkan semua populasi, walaupun saya yakin ada (percakapan) yang terlewat, tapi kita mendekati (keseluruhan populasi). Ini harus dibuka," ungkap Fahmi.

Baca juga: Uang di Rekening Indra Kenz Tinggal Rp 1,8 Miliar, Polisi Duga Ada yang Mengajari untuk Dipindahkan

2. Periode penarikan data

Fahmi mengatakan, beda periode penarikan data, maka jumlah percakapan terkait suatu isu pun bakal berlainan.

Ia mengambil contoh, sebelum Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar pertama kali menyebut soal "big data" di balik usulan menunda pemilu, isu penundaan pemilu itu sendiri sangat jarang diperbincangkan di dunia maya.

Setelah ucapan Muhaimin santer diberitakan, isu penundaan pemilu baru mulai banyak dibicarakan di internet.

Baca juga: Harga Minyak Goreng Tinggi, Mendag: Ini Kesalahan Saya...

3. Sumber data

Luhut juga perlu menerangkan dari mana 110 juta dukungan itu berasal, apakah dari media sosial Twitter, Facebook, Instagram, YouTube, atau media sosial lain.

Semisal Twitter, perlu dijelaskan lebih rinci pula maksud 110 juta dukungan itu apakah berasal dari 110 juta akun atau 110 juta percakapan.

Baca juga: Tak Kuasa Lawan Mafia Minyak Goreng, Mendag: Sifat Manusia Rakus dan Jahat!

"Ketika ada klaim 110 juta, di Twitter itu tidak mungkin karena jumlah penggunanya saja hanya 18 juta," kata Fahmi.

Ditambah lagi, di dunia maya, 1 orang bisa mengoperasikan banyak akun dan tak semua akun dioperasikan oleh manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com