Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangkal Serangan Siber, Pemerintah Diminta Waspadai Ancaman Ransomware

Kompas.com - 08/03/2022, 18:18 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan Pemerintah harus meningkatkan ketahanan di bidang siber karena ancaman yang muncul saat ini mengarah ke penyusupan perangkat perusak yang dirancang untuk memeras pemilik data (ransomware atau extortionware). Hal itu dia sampaikan menanggapi pernyataan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terkait penanganan ancaman siber.

"Soal respon terhadap ancaman sekuriti, mungkin perlu disesuaikan dengan lansekap ancaman hari ini," kata Alfons kepada Kompas.com, Selasa (8/3/2022).

Menurut Kepala BSSN Hinsa Siburian, dalam jumpa pers yang dihelat di bilangan Sawangan, Depok, Jawa Barat, pada Senin (7/3/2022) kemarin, mereka saat ini sudah melakukan sejumlah langkah teknis untuk memperkuat keamanan bidang siber. Beberapa di antaranya termasuk pelaksanaan information technology security assessment (ITSA) dan juga penguatan sistem elektronik melalui penerapan kriptografi.

Baca juga: BSSN Imbau Masyarakat Tak Dukung Rusia atau Ukraina di Dunia Maya

Selain itu, kata Hinsa, BSSN juga memasang sensor honeynet dan analisis malware, optimalisasi cakupan monitoring NSOC, dan membentuk tim respon insiden keamanan siber (CSIRT).

Menurut Alfons, penggunaan sensor honeynet, NSOC, dan CSIRT bisa membantu. Namun, perkembangan serangan siber saat ini sudah berkembang ke ransomware dan extortionware.

"Jadi perlu ditingkatkan perlindungannya di mana kalau menghadapi ransomware kita atasi dengan backup terpisah, tetapi kalau extortionware ya percuma karena kalau tidak bayar data kita disebar," ujar Alfons.

Salah satu jalan keluar yang menurut Alfons harus dipertimbangkan Pemerintah terkait serangan perangkat perusak pemerasan adalah Data Loss Prevention. Yakni jika sebuah data berhasil disalin keluar komputer maka otomatis terenkripsi (tersandi) dan tidak bisa dibaca.

Baca juga: Situs BSSN Diretas, Pemerintah Diminta Evaluasi Sistem Keamanan Siber Negara

Menurut paparan Badan Siber Sandi Negara (BSSN), sepanjang 2021 terdapat sekitar 1,6 miliar serangan siber. Hinsa mengatakan, data itu diperoleh dari hasil pemantauan dan identifikasi potensi serangan siber selama 24 jam penuh setiap hari. Pemantauan dan identifikasi itu dilakukan oleh BSSN melalui National Security Operation Centre (NSOC).

Hinsa mengatakan, jenis serangan siber terbanyak yang tercatat oleh BSSN adalah malware (perangkat perusak), trojan activity, dan information gathering (pengumpulan informasi untuk mencari celah keamanan).

Menurut Alfons, upaya BSSN menangkal 1.6 miliar serangan malware secara teknis cukup realistis. Akan tetapi, dia mengatakan Pemerintah harus mewaspadai kemungkinan malware itu berhasil menginfeksi sebuah komputer dalam sebuah sistem.

"Satu malware yang berhasil menginfeksi suatu sistem akan secara otomatis melakukan scanning pada ribuan komputer lain di dalam jaringan yang bisa diaksesnya. Ini yang membuat usaha infeksi malware sangat tinggi, terlepas dari keberhasilannya," ucap Alfons.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com