JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil Survei Kepemimpinan Nasional (SKN) yang digelar Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Ketua DPR Puan Maharani berada di bawah 1 persen.
Survei yang digelar pada 17-30 Januari 2022 itu mencatat, elektabilitas politikus PDI Perjuangan itu hanya 0,6 persen, apabila pemilu diselenggarakan pada saat survei dilakukan.
Bahkan, elektabilitas Puan jauh di bawah sejumlah kader PDI Perjuangan lain yang namanya turut masuk dalam survei.
Sebut saja, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang memiliki elektabilitas 20,5 persen, eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mencapai 2,9 persen dan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang mencapai 2,6 persen.
Rendahnya elektabilitas Puan pun memunculkan banyak pertanyaan. Sebab, Puan memiliki segudang atribusi.
Baca juga: 4 Kader PDI-P Masuk Bursa Pilpres Litbang Kompas, Ganjar Unggul Jauh dari Puan
Selain sebagai Ketua DPR, Puan juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Ketua DPP PDI Perjuangan.
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, Puan memiliki beban yang lebih berat dibandingkan tokoh lain yang masuk ke dalam bursa capres, yakni persepsi publik yang melihat Puan sebagai keturunan Presiden pertama RI, Soekarno.
Diketahui, Puan adalah cucu Soekarno. Ibunya, Megawati Soekarnoputri adalah putri dari Sang Proklamator, yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan serta Presiden kelima RI.
Melihat garis keturunannya, Yunarto mengibaratkan Puan sebagai keturunan 'darah biru' Soekarno. Namun, stigma tersebut justru menjadi beban bagi Puan, alih-alih mengantongi dukungan apik dalam survei.
"Artinya, beban dari para darah biru untuk kemudian bertarung itu menjadi lebih besar dibandingkan dengan sosok-sosok lain yang berasal dari masyarakat biasa," kata Yunarto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/2/2022).
Baca juga: Ketika Elektabilitas Puan Maharani Tergilas Rekan Separtai...
Ia menambahkan, Pemilu 2024 akan menjadi tantangan besar bagi Puan. Sebab, mayoritas pemilih adalah kelompok pemilih muda yang terdiri dari para generasi milenial.
Stigma 'darah biru', menurut Yunarto, justru kurang menjadi daya tarik bagi para pemilih muda untuk menjadikan Puan sebagai preferensi untuk dipilih.
Ia menilai, para pemilih muda justru lebih tertarik dengan sosok yang berasal dari masyarakat biasa dan memiliki segudang pengalaman dan gebrakan ketika memimpin di instansi publik.
"Kecenderungan karakter dari pemilih muda ini kan lebih memberikan apresiasi kepada pemimpin yang berasal dari bawah. Lalu pemimpin yang memang memiliki aspek meritokratis. Katakanlah (pemimpin) menjadi bagian dari masyarakat juga," tutur dia.
"Dan itu terbukti yang menyebabkan Jokowi menang di Pilgub, Pilpres. Salah satunya karena aspek tersebut," tambah Yunarto.
Baca juga: Puan yang Dimanja Masuk Neraka Politik