JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mewajibkan pelaku kekerasan seksual membayar restitusi atau ganti kerugian kepada korbannya.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dalam acara pertemuan dengan media di kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (22/2/2022).
"Restitusi menjadi kewajiban, restitusi itu wajib, jadi bahasa di dalam RUU kita itu selain pidana penjara atau pidana denda, hakim wajib menetapkan besarnya restitusi kepada korban," ucap Eddy Hiariej, sapaan Wamenkumham.
Eddy menyatakan, besaran restitusi yang akan diberikan kepada korban atas putusan majelis hakim wajib dipenuhi pelaku kekerasan seksual.
Baca juga: Wamenkumham: Dalam RUU TPKS, Penyelesaian Kekerasan Seksual Tak Bisa Pakai Restorative Justice
Jika pelaku tidak memiliki uang yang cukup membayar restitusi yang telah ditentukan, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk membayar resitusi tersebut.
"Katakanlah pelaku itu ekonomi menengah ke bawah lah, jadi dia tidak punya uang untuk restitusi, lalu apa yang dilakukan? Hartanya disita, di dalam RUU ini, begitu seseorang ditetapkan sebagai tersangka polisi dapat melakukan sita jaminan untuk restitusi," papar Eddy.
"Jadi barang-barangnya disita dulu, barang-barangnya disita, jangan sampai dia alihkan, jadi RUU ini betul-betul memberi perlindungan terhadap korban yang extraordinary, yang sangat luar biasa," jalas dia.
Lebih jauh Eddy juga menjelaskan soal harta yang tidak cukup untuk membayar restitusi yang telah ditentukan.
Menurutnya, kekurangan restitusi itu akan tetap dibayarkan oleh pelaku melalui pidana penjara subsider.
Baca juga: Dalam RUU TPKS, Penyidik Tak Boleh Tolak Perkara Kekerasan Seksual
"Kalau misalnya sita jaminannya tidak cukup untuk biaya restitusi, maka itu diperhitungkan untuk hukuman subsider. Misalnya begini, restitusi itu untuk pemulihan korban ditentukan Rp 50 juta, hartanya setelah disita, dilelang cuma dapat Rp 30 juta kan berarti kurang Rp 20 juta nah Rp 20 juta ini diganti dengan pidana penjara," terang Eddy.
Wamenkumham pun memastikan bahwa RUU TPKS tidak akan tumpang tindih dengan undang-undang lain.
Eddy mengatakan, pemerintah telah menyandingkan aturan yang ada di RUU TPKS dengan berbagai aturan yang telah ada sebelumnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.