JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Sukamta menilai, perjanjian Penyesuaian Area Layanan Navigasi Penerbangan atau Flight Information Region (FIR) antara Indonesia dan Singapura semestinya diratifikasi lewat undang-undang (UU), bukan peraturan presiden (perpres) sebagaimana rencana pemerintah.
Sukamta beralasan, perjanjian tentang FIR menyangkut kedaulatan negara sehingga harus diratifikasi melalui UU sebagaimana ketentuan pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
"FIR merupakan kontrol wilayah udara yang wilayahnya ada dalam wilayah NKRI. Maka ini termasuk urusan strategis, terkait kedaulatan wilayah. Negara asing melakukan kontrol di atas wilayah negara kita itu cukup strategis, jika tidak dikatakan cukup berbahaya," kata Sukamta dalam siaran pers, Kamis (17/2/2022).
Baca juga: Peringatan Buat Pemerintah yang Ingin Ratifikasi Perjanjian FIR Singapura Lewat Perpres
"Bisa saja ada 55 negara lain yang mendelegasikan FIR-nya kepada negara lain. Tapi kita ingin Indonesia terus berdaulat untuk mengontrol wilayahnya," imbuh Sukamta.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menuturkan, Pasal 11 Ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 juga telah mengatur perjanjian dengan negara lain harus melalui persetujuan DPR, termasuk perjanjian FIR dengan Singapura.
Pasal 11 Ayat (2) konstitusi juga menyatakan, Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan
"Dari berbagai aspek ini sudah jelas perjanjian FIR harus dikonsultasikan dengan DPR untuk diatur dengan UU. Jika pemerintah menentukan sendiri bahwa ini diatur dengan perpres, tanpa konsultasi dan persetujuan DPR, itu sembrono namanya," kata dia.
Baca juga: Mahfud Sebut FIR Indonesia-Singapura Diratifikasi Lewat Perpres, Bukan UU
Menurut Sukamta, proses ratifikasi perjanjian internasional sebaiknya memang melalui konsultasi dengan DPR, khususnya Komisi I, untuk dimintai persetujuan apakah nanti akan diatur dengan UU atau perpres.
Ia mengatakan, Komisi I DPR harus dilibatkan karena komisi tersebut merupakan mitra kerja Kementerian Luar Negeri yang mengurusi perjanjian internasional.
"Jadi, kami berharap pemerintah menunda dulu keputusan pengaturan FIR lewat Perpres ini, mereka harus konsultasi dengan DPR untuk mendapat persetujuan lewat UU," ujar Sukamta.
Baca juga: Perundingan soal FIR RI-Singapura Disebut Alot, Digelar Hingga 40 Kali
Diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan, ratifikasi Perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura akan dilakukan melalui perpres, sedangkan ratifikasi Perjanjian Defense Coperation Agreement (DCA) dan Perjanjian Ekstradisi akan diproses melalui DPR dalam bentuk undang-undang.
"Menurut hukum kita, tak semua perjanjian harus diratifikasi dengan UU. Ada yang cukup dengan perpres, permen, atau MoU biasa," kata Mahfud dalam keterangan tertulis, kemarin.
"Yang harus diratifikasi dengan UU, antara lain, perjanjian yang terkait dengan pertahanan dan hukum," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.