JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan sampai saat ini pemerintah Myanmar masih belum menjalankan lima rekomendasi yang diajukan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), untuk menyelesaikan pertikaian politik di negara itu. Menurut pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana, jika perselisihan politik terus terjadi di Myanmar maka ASEAN bisa mengambil langkah keras.
"ASEAN sudah harus mempertimbangkan penggunaan kekerasan, dibawah doktrin Responsibility to Protect atau R2P," kata Hikmahanto kepada Kompas.com, Kamis (17/2/2022).
Hikmahanto mengatakan prinsip penggunaan kekerasan untuk menghentikan konflik bisa dilakukan karena tidak dilarang di ASEAN bahkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Baca juga: Menlu: Implementasi 5 Poin Konsensus Myanmar Tak Ada Kemajuan Signifikan
"Penggunaan kekerasan ini bukan merupakan intervensi yang dilarang menurut Piagam ASEAN dan PBB, tapi didasarkan pada kewajiban negara-negara bila ada pemerintah suatu negara yang menindas warganya dan melanggar HAM, serta ada indikasi pelanggaran HAM Berat.
Sebelumnya, Retno mengatakan persoalan penerapan konsensus itu menjadi pembahasan khusus dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri Asean (AMM Retreat) yang dilaksanakan di Kamboja pada hari ini hingga Jumat besok.
Menteri-menteri luar negeri di kawasan Asean pun berharap atas kemajuan implementasi lima poin konsensus tersebut. Di dalam AMM Retreat itu, Retno juga mengungkapkan alasan implementasi lima poin konsensus menjadi penting baik bagi rakyat Myanmar maupun kawasan Asean.
"Karena implementasi ini penting bagi rakyat Myanmar, penting untuk stabilitas dan perdamaian di kawasan, dan implementasi ini penting bagi kredibilitas Asean," kata Retno.
Baca juga: Setahun Kudeta Myanmar, Indonesia Desak Militer Tindak Lanjuti 5 Poin Konsensus
Ia juga mengungkapkan dua hal penting yang ingin dilihat dari implementasi lima poin konsensus. Pertama, terkait penghentian penggunaan kekerasan.
Kedua, terkait dengan kunjungan utusan khusus Ketua Asean. Dengan kunjungan ketua khusus tersebut, diharapkan bisa terjadi komunikasi dan pertemuan dengan berbagai pihak di Myanmar.
"Kedua hal itu merupakan langkah awal implementasi 5 Point Consensus. Sebuah pembukaan bagi langkah selanjutnya menuju dialog yang inklusif. Indonesia menekankan pentingnya utusan Asean mulai melakukan kontak dengan stakeholders lain di Myanmar. Penting bagi Asean mendengarkan langsung concern dan pandangan dari stakeholders tersebut," kata Retno.
Untuk diketahui, pada pertemuan tingkat menteri kali ini, pemerintah Mnyanmar memutuskan untuk tidak mengirimkan delegasi.
Dalam keterangan tertulisnya, Nay Pyi Taw menyatakan tidak dapat berpartisipasi atau mengirimkan delegasi non-politik pada Pertemuan Menteri Luar Negeri Asean tersebut.
"Keputusan Myanmar untuk tidak ikut serta atau mengirimkan delegasi non-politik sebagai perwakilan dalam AMM Retreat yang akan diadakan pada 17 Februari 2022 tidak bisa dihindarkan karena berlawanan dengan prinsip serta praktik keterwakilan yang setara di Asean," tulis Kemenlu Myanmar dalam keterangan pers.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.